​Pidato Kemenangan Biden: Buang Retorika Kasar! Kita pun Perlu Kembalikan Jiwa Indonesia!

​Pidato Kemenangan Biden: Buang Retorika Kasar! Kita pun Perlu Kembalikan Jiwa Indonesia! M Mas'ud Adnan. Foto: bangsaonline.com

Oleh: M Mas’ud Adnan --- Setelah empat tahun dipimpin Presiden Donald Trump ala koboi, ugal-ugalan dan penuh narasi kasar, kini (AS) tampaknya akan memasuki lembaran baru. Presiden terpilih AS Joe Biden memulai dengan narasi empatik dan simpatik saat menyampaikan pidato kemenangan di Wilmington, Delaware, AS, Sabtu 7 Nopember 2020 waktu setempat. Rakyat AS yang kini mencapai 328,2 juta jiwa tampak mulai sejuk. Banyak yang terenyuh, tersentuh jiwanya.

Dari sekian isi pidato Biden yang paling menarik bagi saya, ketika ia menyatakan, “Ini waktunya membuang retorika kasar (keras)! Menurunkan temperatur, kembali melihat satu sama lain, mendengarkan satu sama lain!”

Pidato Biden kian berkelas, ketika ia menyatakan: “Stop memperlakukan lawan sebagai musuh!”

Sebagai praktisi media, saya mencermati Biden punya kemampuan komunikasi sangat cerdas. Pria berusia 77 tahun itu pandai memilih diksi, narasi, retorika, dan tentu saja substansi isi pidato yang harus disampaikan pada rakyatnya yang penuh gejolak dan ketidakpastian saat dipimpin Trump.

Biden bukan hanya piawai komunikasi, tapi juga memilki jiwa matang dalam kepemimpinan. Kita cermati salah satu potongan pidatonya: “Saya bersumpah untuk menjadi presiden yang berusaha mempersatukan, bukan memecah belah, yang tidak melihat red states (pendukung partai Republik-red), dan blue states (pendukung partai Demokrat-red), hanya melihat United States (rakyat Amerika-red). Untuk bekerja sepenuh hati, untuk mendapatkan kepercayaan dari kalian semua,” tegas Biden menyejukkan.

Retorika Biden ini - sekali lagi - sangat cerdas. Dan kita tahu, kecerdasan itu hanya lahir dari jiwa yang matang. Sulit mengharapkan komunikasi cerdas, apalagi empatik dan simpatik, dari figur grusa-grusu dan urakan seperti Trump.

Menyimak pidato Biden ini saya langsung ingat tanah airku. Tumpah darahku. ! Yang sedang penuh sesak narasi kasar! Retorika keras! Penuh kebencian!

Ironisnya, retorika kasar itu justru diproduksi para elit politik dan agama. Temasuk yang berjubah sekalipun. Bahkan para elit pemerintah yang seharusnya menjadi penengah dan penyejuk, justru agresif menyerang dan memproduksi narasi tercela dan tak santun. Sampai Presiden Joko Widodo merasakan bahwa komunikasi pemerinah sangat buruk.

Celakanya, para elit itu juga memelihara buzzer dan influencer. Yang tugasnya menyerang dan menghina! Sehingga memancing kemarahan orang lain! Sekali lagi: memancing kemarahan orang lain. Bahkan kemarahan publik! Dengan status provokatif, mereka menghina, meledek, dan merendahkan siapa pun yang tak sealiran. 

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO