​Kematian Anak Capai 1,1 Persen, Bunda PAUD di Surabaya Diminta Tekan Penyebaran Covid-19 pada Anak

​Kematian Anak Capai 1,1 Persen, Bunda PAUD di Surabaya Diminta Tekan Penyebaran Covid-19 pada Anak Dr. Nyoman Anita Damayanti, drg., M.S., Person in charge (PIC) Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Membangun Generasi Cemerlang Berbasis Keluarga (Geliat) Universitas Airlangga Surabaya, saat menjadi pemateri pada pendampingan PAUD di Kota Surabaya secara daring. foto: mida/ bangsaonline.com

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Puluhan bunda pengajar dari 25 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di wilayah Kota Surabaya, diingatkan agar lebih mewaspadai ancaman serta dampak penyebaran pada anak-anak didiknya. Ini lantaran tingkat kematian anak penderita di Indonesia, persentasenya saat ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.

Menurut Pakar Kesehatan Anak RSUD dr. Soetomo Surabaya, Leny Kartina, dr., Sp.A(K), jika di negara-negara lain persentase kematian anak-anak yang terpapar antara 0,1-0,2 persen, namun untuk di Indonesia angkanya bahkan mencapai hingga 1,1 persen.

“Jadi di Indonesia itu angkanya lebih tinggi. Ini yang patut diwaspadai. Bunda-bunda PAUD ini memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan pemahaman pada masyarakat,” ujar Leny Kartina, pakar kesehatan anak RSUD dr Soetomo Surabaya, saat menjadi pemateri pada pendampingan PAUD di Kota Surabaya secara daring, yang diselenggarakan kerjasama Unair-Unicef, Sabtu (03/10).

Penularan utama kepada anak-anak ini diketahui berasal dari keluarga dekat mereka sendiri, yaitu orang tua atau saudara yang tinggal dalam satu rumah. Ditambah lagi gejala dan klinis anak yang terinfeksi tidak sama persis dengan orang dewasa.

“Dari 2.143 anak yang konfirmasi positif dan dilakukan pemeriksaan dalam sebuah penelitian berskala besar menunjukkan, 90 persen di antaranya mempunyai gejala asimtomatis (tidak memberikan gejala klinis apapun), gejala ringan, dan sedang. Ini yang harus diwaspadai. Bunda-bunda PAUD ini yang harus mengenali gejala pada anak-anak yang lebih bervariatif, bisa gejala saluran napas, demam ada diare. Ada juga yang memiliki gejala tidak dijumpai pada orang dewasa, yaitu gejala menyerupai penyakit Kawasaki,” jelas Leny Kartina.

Gejala penyakit Kawasaki ini menurut Leny, di antaranya kulit anak muncul bercak-bercak merah, bibir pecah-pecah, mata merah hingga kulit ujung jari yang melepuh. Ini yang harus diwaspadai.

“Anak balita yang positif juga bisa menularkan kepada orang lain melalui feses, urin, saliva. Jadi jangan lupa untuk mencuci tangan sebelum dan setelah mengganti popok bayi,” tambah Leny Kartina.

Kekhawatiran Leny Kartina ini juga dikuatkan dengan data yang disajikan oleh person in charge (PIC) Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Membangun Generasi Cemerlang Berbasis Keluarga (Geliat) Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Nyoman Anita Damayanti, drg., M.S.

(Prof. Dr. Fedik Abdul Rantam, drh, ahli Virologi dan Imunologi, Stem Cell dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan Unair, saat menjadi pemateri pada pendampingan PAUD di Kota Surabaya secara daring. foto: mida/ bangsaonline.com)

Menurut dia, data per 15 September 2020 jumlah anak-anak usia 0-9 tahun di Jawa Timur yang positif terinveksi mencapai 1.412 anak. Sementara jumlah anak-anak usia 10-19 tahun yang terpapar mencapai 2.472 anak.

Khusus untuk anak bawah lima tahun atau balita (1-4 tahun) di Jawa Timur yang terkena , hingga 14 Juli 2020, mencapai 170 anak. Meskipun tercatat 39 persen (67 anak) dinyatakan sembuh, namun tingkat kematian mencapai 1 persen (1 anak).

Koordinator Program Studi S3 Kesehatan Masyarakat Unair Surabaya ini juga memaparkan, masih tingginya prosentase anak-anak usia 12-23 bulan di Indonesia yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap (IDL), menambah kerentanan anak terhadap paparan .

“Padahal imunisasi tersebut dibutuhkan sekali oleh balita, untuk meningkatkan daya tahan tubuh mereka dari berbagai ancaman penyakit yang dapat diatasi dengan imunisasi (PD3I),” jelas Nyoman Anita Damayanti.

Menjawab pertanyaan apakah pasien positif yang dinyatakan sembuh dapat kembali terpapar, ahli Virologi dan Imunologi, Stem Cell dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan Unair, Prof. Dr. Fedik Abdul Rantam, drh., menjelaskan, ada tendensi virus ini tergolong sebagai silent infection.

“Mereka yang pernah terpapar virus ini pada saat imun tubuhnya menurun, maka ada kemungkinan virus tersebut dapat muncul lagi,” jelas Fedik Abdul Rantam.

Terkait dengan upaya pencegahan, dosen Dept. Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair Surabaya, Dr. M. Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes mengingatkan kembali para pengajar PAUD agar lebih menekankan pentingnya penggunaan masker yang benar dan tepat.

“Masker medis itu yang paling tepat digunakan. Bukan masker kain. Saya tidak perlu mengajari lagi bunda-bunda PAUD tentang bagaimana cara mengajari anak-anak agar disiplin menggunakan masker yang baik dan benar. Yang penting adalah, anak-anak harus dibiasakan disiplin menggunakan alat pelindung berupa masker agar terhindar dari paparan ,” tukas Atoillah.

Saat ini, menurut Atoillah, cukup mudah mendapatkan masker medis dengan harga yang sangat terjangkau. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi masyarakat, terutama anak-anak, untuk tidak mengenakan masker sebagai bentuk perlindungan diri, selain mencuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak aman. (mid)

Lihat juga video 'Detik-Detik Warga Desa Lokki Maluku Nekat Rebut Peti Jenazah Covid-19':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO