​Biaya Pendidikan Mahal, Aktivis Gabungan di Gresik Tuntut Ada Penyesuaian Selama Pandemik

​Biaya Pendidikan Mahal, Aktivis Gabungan di Gresik Tuntut Ada Penyesuaian Selama Pandemik Massa Solidaritas Peduli Pendidikan saat menggelar demo di Gedung DPRD Gresik. (foto: ist).

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Sekolompok aktivis yang mengatasnamakan diri sebagai Solidaritas Peduli Pendidikan menggelar aksi demo di Gedung DPRD Kabupaten Gresik, Rabu (1/7/2020).

Dalam aksi yang digawangi PMII, LMND, dan FNKSDA Gresik itu, mereka ditemui oleh Komisi I dan II. Di hadapan perwakilan aktivis, menyatakan siap merespons tuntutan mereka. Antara lain, soal tingginya biaya pendidikan dan terpuruknya perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19.

Selain itu, dewan juga menampung tiga tuntutan lainnya, yakni agar biaya kuliah didiskon 50 persen, biaya pendidikan SD sampai SMA/SMK digratiskan, dan adanya platform daring mandiri yang berkualitas.

Sholihul Hadi, Pengurus Cabang PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Kabupaten Gresik meminta adanya penyesuaian biaya pendidikan, mengingat saat ini Indonesia dilanda pandemik Covid-19.

"Pendidikan seharusnya disesuaikan dengan kondisi perekonomian rakyat, bukan malah dirasa semakin mencekik. Para rektor dan kepala sekolah enggan membebaskan biaya pendidikan dengan dalih uang kas mereka mengalami defisit. Sementara kebijakan pendidikan yang memihak kepada rakyat sudah diatur dalam UUD 45 Pasal 31 Ayat 1 s.d 5," cetusnya.

Ia menyayangkan sikap para pemangku lembaga pendidikan yang dinilainya hanya menjadikan sekolah dan kampus sebagai ladang untuk memperoleh keuntungan melalui biaya pendidikan yang sangat tinggi.

"Jumlah pemuda yang bisa kuliah di tahun 2019 hanya 6,9 juta, dari total 63,2 juta. Artinya, dari 5 pemuda hanya 1 yang bisa kuliah dan 50 persen mahasiswa PTS terancam putus kuliah," paparnya.

"Angka putus sekolah pada pendidikan dasar dan menengah juga sangat tinggi di tahun 2019. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mencatat, ada 4.586.332 anak yang putus sekolah, dan ironisnya Jawa Timur menempati urutan ke-3 nasional dengan angka 609.131 anak," jelasnya.

Ia juga menyorot pelaksanaan sistem belajar daring sejak pandemi Covid-19 yang menurutnya justru banyak mengundang masalah karena memberatkan siswa. "Di mana tidak meratanya jaringan internet di Indonesia dan adanya tambahan biaya kuota, serta biaya pendidikan yang harus tetap dibayarkan," pungkasnya. (hud/zar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO