SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, penyebaran pandemi virus corona (COVID-19) di Jawa Timur memerlukan perhatian yang cukup serius karena menimbulkan korban jiwa serta kerugian material dan telah berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan Khofifah dalam acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Jatim Tahun 2021 secara virtual yakni melalui video conference dari Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (27/4).
BACA JUGA:
- Pesan Pj Gubernur Jatim saat Terima Penghargaan dari Mendagri di Hari Otoda 2024
- Khofifah Jadi Satu-satunya Gubernur Penerima Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha
- Jokowi Dikabarkan Batal Hadir Peringatan Otoda XXVIII di Surabaya
- Raih SPM Awards 2024, Adhy Karyono: Jadi Motivasi dan Cambuk bagi Pemprov Jatim
Musrenbang kali ini menghadirkan nara sumber Menteri dalam negeri, staf ahli Bappenas serta dirjen perimbangan keuangan Kemenkeu serta dihadiri oleh Wakil Gubernur Jatim, Wakil Ketua DPRD Prov.Jatim, Pangdam V Brawijaya, Kapolda Jatim, Pangkoarmada II, Kajati Jatim, Kalan BI Jatim, Sekda Provinsi Jatim, Bupati Banyuwangi, Walikota Surabaya, Ketua KADIN Jatim, dan Kepala BPS Jatim. Musrenbang ini juga diikuti oleh Bupati dan Walikota se-Jatim melalui video conference.
Beberapa capaian pembangunan dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) RPJMD Jatim tahun 2019-2024 terlihat dari beberapa hal. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2019 mencapai 5,52% (c to c), lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,02%. PDRB ADHB mencapai Rp. 2.352,43 Triliun, dengan tiga kontributor utama yaitu sektor industri pengolahan sebesar 30,24%, perdagangan besar dan eceran, reparasi sepeda motor dan mobil sebesar 18,46%, serta pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 11,43%.
Selanjutnya inflasi Jatim pada tahun 2019 sebesar 2,12%, lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 2,72%. Adapun inflasi Jawa Timur pada bulan Maret 2020 adalah sebesar 2,27% (y on y), lebih rendah dari nasional yang sebesar 2,96%.
Indikator makroekonomi yang positif tersebut turut diimbangi dimensi pembangunan inklusif yang diantaranya tercermin melalui indeks Gini yang menunjukkan ketimpangan yang turun dari 0,371 pada akhir 2018 menjadi 0,364 pada akhir 2019.