​Pekerja Berat, Bolehkan Tak Puasa?

​Pekerja Berat, Bolehkan Tak Puasa? KH Afifuddin Muhajir (kanan) bersama Syaikh Wahbah Az-Zuahilii, ulama internasional yang pernah menulis 200 kitab. foto: IST./ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Bagi umat Islam yang bekerja di kantor mungkin puasa seolah tak terasa. Apalagi jika ruangannya ber-AC. Tapi bagaimana dengan para kuli yang bekerja di bawah terik panas matahari dengan pekerjaan sangat berat?

Bolehkah mereka tak puasa? Atau justru tetap wajib berpuasa? “Tidak bisa dijawab wajib puasa atau boleh tidak puasa,” tegas KH Afifuddin Muhajir, ahli fiqh yang juga Wakil Rais Syuriah PBNU kepada BANGSAONLINE.COM.

Tapi tergantung kepada individu-individunya. “Meski ada orang pekerjaannya berat, jika ia mampu berpuasa, maka wajib berpuasa,” kata Kiai Afifuddin.

Yang sering dipermasalahkan, kata Kiai Afifuddin, adalah puasa kaum muslimin yang hidup di daerah yang waktu siangnya cukup panjang sampai 20 jam. Apakah mereka boleh tidak puasa? Tergantung individu-individu. Bagi mereka yang mampu puasa, maka wajib puasa. Tapi bagi mereka yang tak sanggup puasa, tidak wajib puasa.

"Artinya, pada waktu malam hari semua orang wajib berniat pusa. Tapi pada saat siang tergantung masing-masing orang. Bagi yang mampu berpuasa maka diwajibkan melanjutkan puasa. Tapi bagi yang tak sanggup berpuasa boleh berbuka," katanya.

Kiai Afifuddin Muhajir mengutip Surat Al-Baqarah ayat 184: wa’alalladzina yuthiqunahu fidyatun tho’amu miskinin (Dan wajib bagi orang yang berat melaksanakan puasa membayar fidyah memberi makan orang miskin).

Kiai Afifuddin menjelaskan bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa ayat ini mengandung pengertian bahwa orang-orang yang mampu melaksanakan puasa boleh memilih: puasa atau mengganti dengan bayar fidyah.

“Tapi ‘pilihan’ yang tertuang dalam ayat ini kemudian dimanshuh, sudah dianulir dengan firman Allah Ta'ala yang lain yaitu: faman syahida minkumus-syahra fal-ayasumhu. Ayat ini mengandung pengertian, tidak ada pilihan lain bagi orang yang hadir dalam bulan Ramadan kecuali harus puasa. Tentu bagi mereka yang mampu,” katanya.

Sebagian ulama lain, kata Kiai Afifuddin Muhajir, berpendapat bahwa dalam ayat waalalladzina yuthiqunahu fidyatun tho’amu miskinin itu ada huruf laa yang dibuang. “Aslinya waalalladzina laa-yuthiqunahu fidyatun tho’amu miskinin. Artinya: Dan wajib bagi orang yang tidak bisa melaksanakan puasa untuk membayar fidyah, memberi makan orang miskin,” kata Kiai Afifuddin Muhajir.

Lalu bagaimana dengan usulan boleh tak puasa tapi bayar fidyah agar bisa terkumpul dana banyak untuk menangani covid-19? “Silakan pengumpulan dana dilakukan, tapi bukan sebagai fidyah yang menggantikan puasa. Santunan untuk mencukupi kebutuhan kaum papa menjadi tanggungjawab orang-orang kaya. Dan negara harus menjadi fasilitator yang mengayomi,” kata Kiai Afifuddin Muhajir. (MA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'H Muhammad Faiz Abdul Rozzaq, Penulis Kaligrafi Kiswah Ka'bah Asal Pasuruan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO