JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sorotan terhadap Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian tajam, terutama dari unsur kepolisian. Maklum, terdapat 13 orang polisi lolos seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK). Para aktivis anti korupsi pun kecewa. Alasannya, KPK itu didirikan karena kepolisian dan kejaksaan sebagai penegak hukum tak mampu memberantas korupsi. Sekarang mereka kok malah berebut masuk KPK.
"Yang utama KPK berdiri memang untuk membersihkan penegak hukum. Artinya apa? Undang-Undang ini mengatakan ada persoalan penegak hukum, baik di tingkat kepolisian atau kejaksaan," kata Ketua Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati di Gedung YLBHI, Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Senada dengan Asfinawati, Ketua LBH Jakarta Arif Maulana menyayangkan banyak pendaftar dengan rekam jejak bermasalah lolos seleksi awal Capim KPK. "Ketika panselnya buruk, tidak kredibel, apakah mungkin akan melahirkan calon-calon KPK terbaik? Apalagi kalau kita melihat tantangan KPK hari ini," kata Arif seperti dikutip CNN Indonesia.
Dia juga mengkritik komposisi Tim Pansel Capim KPK yang dipilih Presiden Joko Widodo. Menurut dia, keputusan Jokowi dalam memilih anggota pansel tidak menunjukkan komitmen menyelesaikan persoalan di KPK. "Saya menilai pemerintahan hari ini tidak memiliki komitmen yang cukup kuat untuk memberantas korupsi, terlihat dari bagaimana pemerintah menyikapi persoalan yang ada di KPK," kata Arif.
Gerah dengan hasil seleksi sementara Pansel KPK, para pegiat anti korupsi itu kini membangun koalisi yang dinamakan Koalisi Kawal Calon Pimpinan KPK. Koalisi Kawal Capim KPK beranggotakan sejumlah LSM seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), YLBHI, KontraS, LBH Jakarta. Koalisi ini secara terbuka minta masukan kepada masyarakat terkait capim KPK yang dianggap bermasalah.
Mereka bahkan secara terang-terangan meminta Pansel KPK menelusuri secara menyeluruh rekam jejak para pendaftar pimpinan KPK yang sudah lolos administrasi, khususnya Irjen Firli Bahuri
"Kita menganggap bahwa dengan lolosnya yang bersangkutan (Irjen Firli) dalam seleksi admin, mungkin bisa dikatakan bahwa administrasinya sudah baik. Tapi ke depan jika ada pencarian rekam jejak dari Pansel dan ada masukan-masukan dari masyarakat, harapannya masukan ini dapat ditelaah lebih lanjut oleh Pansel," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhan di kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (16/7).
Kurnia menjelaskan Pansel harus menggali rekam jejak para capim dengan serius. Jika ada rekam jejak pelanggaran, Pansel disebutnya bisa menjadikan itu sebagai dasar untuk mengeliminasi yang bersangkutan. "Bahkan Pansel seharusnya mendatangi KPK, menanyakan dugaan pelanggaran etik apa yang sebenarnya dilakukan oleh Irjen Firli," ujar dia.
"Dan jika memang ada dugaan pelanggaran etik, maka sudah seharusnya dan saya yakin publik sepakat, bahwa yang bersangkutan tidak bisa diloloskan untuk tahapan seleksi selanjutnya," tegas dia.
Irjen Firli adalah anggota Polri yang mendaftar capim KPK. Dia juga sempat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Total, ada 13 anggota dari Polri yang mendaftar capim dan lolos seleksi administrasi.
Nama Firli menjadi sorotan karena diduga pernah melakukan pelanggaran etik lantaran bertemu dengan Tuan Guru Bajang Zainul Majdi saat masih menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat pada Mei 2018. Saat itu lembaga antirasuah itu tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi terkait divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (PT NTT), kini bernama PT Amman Mineral Nusa Tenggara.