SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Seorang ibu Muslimat bernama Ibu Ami mengeluh saat anggota DPRD yang didukung duduk di kursi DPR ternyata tak peduli. “Saya pernah datang ke rumahnya tapi tak dibukakan pintu,” katanya jengkel. Padahal saat pencalegan ibu ini jadi salah satu tim suksesnya. Karena itu ia jera mendukung tetangganya itu.
Ibu yang lain mengaku punya pengalaman sama, meski caleg yang dia dukung beda orang dan beda partai. “Saya telepon, dia bilang nggak kenal,” katanya.
BACA JUGA:
- Enam Caleg DPR RI di Dapil Jatim X dengan Perolehan Suara Terbesar
- Raih 20.43%, Suara PKB Terbesar di Jatim, PDIP Turun Posisi ke-3, Inilah Suara 9 Parpol
- 4 Caleg Suara Tertinggi di Jatim: Putra Mantan Presiden, Aktivis, Putra Kiai, dan Bos Lion Air
- Kelelahan, 7 Petugas KPPS Meninggal, di Banyuwangi, Magetan, Wonosobo, Tangerang, Klaten, Aceh
Loh, kenapa anggota DPR itu tak mau menerima pendukungnya setelah terpilih? Ternyata dua caleg yang kini terpilih lagi sebagai anggota DPR itu punya alasan juga.
Pertama, saat jadi caleg mereka merasa sudah membayar rakyat dengan harga Rp 30.000 atau Rp 50.000 per orang. Jadi, menurut dia, traksaksinya dengan rakyat sudah selesai.
Mereka menjadi anggota DPR tidak merasa didukung rakyat, tapi karena membeli suara rakyat. Karena itu, mereka tak merasa punya kewajiban untuk peduli kepada rakyat, termasuk terhadap orang-orang yang mendukungnya.
“Karena itu, jangan heran kalau ada anggota DPR yang pindah-pindah dapil. Karena kalau dia tetap di dapil yang lama pasti tak akan terpilih karena warga masyarakat di situ sudah tahu, tak peduli,” kata seorang caleg kepada BANGSAONLINE.com. “Dengan pindah dapil dia bisa punya konstituen baru. Artinya, dia bisa beli suara lagi,” tambahnya.
Kedua, pola pikir sebagian besar anggota DPR umumnya juga sama dengan saudagar, yakni untung-rugi. Artinya, ketika proses nyaleg mereka mengeluarkan dana miliaran rupiah, maka ketika terpilih harus segera untung.