​Jalankan Permenkes, Kadinkes Surabaya Bantah Persulit Izin Praktek

​Jalankan Permenkes, Kadinkes Surabaya Bantah Persulit Izin Praktek Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita (tengah), didampingi Ketua Persi Surabaya Hermin, serta Direktur Rumah Sakit William Booth Surabaya, T.B. Rijanto sat jumpa pers. foto: YUDI ARIANTO/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemkot Surabaya melalui Dinas Kesehatan terus melakukan penataan dan mengatur seluruh rumah sakit di Kota Surabaya. Dasar penataan itu adalah Permenkes no 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit. Permenkes ini sudah disosialisasikan berkali-kali oleh Dinkes dan baru resmi diterapkan di Kota Surabaya per Januari 2019.

Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita memastikan pihaknya akan terus menaati Permenkes itu untuk menata dan mengatur seluruh rumah sakit di Kota Surabaya. Ia juga memastikan bahwa perizinan rumah sakit itu tidak hanya terkait Sumber Daya Manusia (SDM)nya, tapi yang perlu diperhatikan juga adalah sarana dan prasarana, alat kesehatan, manajemen rumah sakit dan jenis layanan rumah sakit.

“Jadi, kita tidak bisa melihat hanya surat izin praktek (SIP) saja yang dipermasalahkan, tapi semuanya juga harus diperhatikan, termasuk dokter dan tenaga kesehatan serta dokter spesialis, harus mengikuti kelas rumah sakitnya,” kata Feni, sapaan Febria Rachmanita saat jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya, Selasa (14/5).

Di Kota Surabaya ini, lanjut Feni, ada 59 rumah sakit yang terbagi dalam beberapa tipe. Khusus tipe D ada 8 rumah sakit, tipe C ada 12 rumah sakit, tipe D ada 15 rumah sakit dan tipe A ada 2 rumah sakit. Selain itu ada pula rumah sakit khusus, namun dalam hal ini ia mengkhususkan kepada rumah sakit umum.

Feni juga mengajak kepada seluruh rumah sakit untuk menyesuaikan tipenya, sehingga apabila itu rumah sakit tipe D, harus menyesuaikan dengan tipe D, termasuk banyaknnya dokter spesialisnya. Bukan malah menambah dokter spesialis, namun tidak menambah pula sarana dan prasarana rumah sakitnya.

“Jika itu dilakukan kan ini merugikan masyarakat. Misalnya di rumah sakit tipe D ada dokter spesialisnya dan masyarakat berobat ke situ, tapi karena tidak ada sarana dan prasarananya, pasti pasien itu akan dirujuk ke rumah sakit tipe C yang lebih lengkap. Nah, kalau begini kan yang rugi masyarakat, kami tidak mau itu terjadi,” kata dia.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO