​Sumamburat: Hijrah "Membentuk Hukum Dasar"

​Sumamburat: Hijrah "Membentuk Hukum Dasar" Dr H Suparto Wijoyo.

Oleh: Suparto Wijoyo*

RENTANG waktu antara 16 Juli-20 September 622 merupakan titik historis yang menarasikan bermilyar pendar peradaban baru dari sosok paling mulia, Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Deret waktu yang menggerakkan zaman yang sangat fenomenal. Inilah yang terjadi 1440 tahun yang lalu dan akan terus menginspirasi siapa saja yang hendak membangkitkan sebuah era yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan kemajuannya seperti terekam dalam kisah-kisah berikutnya. Dari keterusiran dapat mencapai kemenangan gemilang dengan menerima substansi “gencatan senjata” produk Perjanjian Hudaibiyah, di bulan Maret 628 M. Tiada disangka oleh kaum kafirun maupun munafikun mengenai kekuatan yang sedang dikonstruksi Nabi Muhammad SAW. Terjadi akumulasi kekuatan muslim dari sang organisatoris teragung dalam sejarah manusia termasuk melalui fase Fathul Makkah tahun 630 M.

Kita memaknai “penundukan Makkah” itu manifes rahmatan lil alamin kenabian Muhammad SAW. Dalam momentum ketertundukan Kaum Qurays Makkah kepada Rasulullah inilah terdapat orasi persaudaraan yang menciptakan Hari Kasih Sayang, yaumul marhamah, jauh sebelum ada era “Hari Cinta Kasih”. Dalam kesempatan Fathul Makkah inilah, Rasulullah SAW berpidato kepada Kaum Quraisy dan Kaum Muslimin dengan pesan pasedulurannya: “Ya, kafir Quraisy, laisa hadza yaumul malhamah, wala kin hadza yaumul marhamah, waantum thulaqo”. Renungkan ungkapan yang luar biasa dari Rasulullah ini: Wahai kafir Quraisy, hari ini bukanlah hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang (hari persaudaraan), dan kalian semua kami bebaskan”.

Kisah Hijrah dan lembaran historis Fathul Makkah telah memberikan pelajaran kepada kita semua bahwa terhadap minoritas Kafir Quraiys, Nabi Muhammad SAW memperlakukan maklumat persaudaraan, bukan pembantaian seperti yang terjadi di kini di banyak negara terhadap umat Islam. Pidato Fathul Makkah Sang Nabi Muhammad SAW sejatinya menjadi pengamalan laku Muslim di manapun. Bukankah dalam Alquran Surat Al-Hujurat ayat 13 telah diberikan pula arahan hidup berbangsa: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.

Pelajarilah bagaimana hijrah dilakonkan dengan titian keunggulan jiwa keterusiran. Pelajarilah sikap Nabi SAW sewaktu meninggalkan Makkah untuk berhijrah. Manusia teragung ini sempat menoleh sejenak ke hamparan Makkah, seperti yang ditulis Martin Lings (Abu Bakr Siraj al-Din): “Dari seluruh Bumi Allah, engkaulah tempat yang paling kucintai dan dicintai Allah. Jika kaumku tidak mengusirku darimu, maka aku tidak akan meninggalkanmu”. Sebuah ungkapan yang sungguh-sungguh mengekspresikan kedalaman batin Nabi Muhammad SAW pada Makkah. Untuk itulah dalam dinamika hijrah selalu ada lompatan-lompatan capaian dalam berdakwah. Hijrah terbukti membuncahkan semangat untuk selalu meraih kerinduan pada “tanah kelahiran” yang menurut ragam sosial Indonesia lazim dikenal dengan “mudik” ke kampung halaman. Hanya saja, hijrah bukanlah sembarang “mudik”, melainkan “mudik” yang “mensirkulasi sumber daya”, sehingga dicatat sejarah adanya “episode penaklukan”. Sebuah kuantum kemenangan paripurna yang diabadikan dalam kisah kenabian sebagai Fatkhul Makkah dengan “Hari Persaudaraan” (yaumul marhamah).

Madinah sesungguhnya tidaklah kota yang asing bagi Nabi Muhammad SAW mengingat sejak belia Rasulullah SAW ini senantiasa “berekspedisi ke Madinah” dan membangun jejaring “UMKM” secara komprehensif. Kapasitas sebagai pengusaha papan atas yang memfasilitasi dan mendidik “maju bersama” saat itu merupakan “kelimpahan posisi” yang membuat pedagang-pedagang Yatsrib berada pada “koneksi yang solid”. Hikayat yang dapat diceritakan berikutnya adalah bahwa dengan hijrah itulah peradaban Islam berkembang menapaki seluruh Bumi Allah. Tafakurilah Bumi Allah SWT ini dan tadaburilah ayat-ayat Alquran, anda akan menemukan “hijrahnya setiap makhluk Allah SWT”. Saksikanlah bahwa setiap lembar daun saja senantiasa “berhijrah” untuk lebih maslahat. Nukilan ayat 95 dari Surat An-Nisa’ tampak memadai: “... qooluuu alam takun ardhullohi waasi’atan fa tuhaajiruu fiihaa ...” – bukankah Bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di Bumi itu”. Ayat demikian memberikan jejak insaniah agar menemukan kemuliaan dan kemenangan haruslah melalui rotasi takdir yang berhijrah.

Penyebutan Yatsrib menjadi Madinah, tidaklah produk spontan tetapi luaran dari pengendapan spirit membangun Islam dengan pribadi unggul. Pribadi-pribadi muslim Muhajirin dan Ansor serta suku-suku yang berbhinneka agama di Madinah ternyata mampu membuat kesepakatan dalam kepemimpinan Rasulullah SAW secara legal serta institusional. Piagam Madinah lahir di tahun pertama Hijriyah (622 M). Piagam yang mengatur secara komprehensif sistem bernegara yang teramat maju dari ukuran zamannya. Sepuluh Bab dan 47 Pasal yang dirumuskan Rasulullah SAW mengatur struktur negara sampai pada HAM dan pertahanan serta keadilan. Ini adalah naskah hukum paling inspiratif yang diakui ilmuwan kelas dunia. Inilah konstitusi perdana di dunia dan karena itulah Nabi Muhammad SAW merupakan Sang Pembentuk Hukum Dasar Negara yang mula-mula. Pelajarilah wahai engkau pemuda hijrah, pemuda Islam, penggerak perubahan. 

*) Dr H Suparto Wijoyo: Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Sumber: Suparto Wijoyo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO