Tafsir Al-Isra 1: Isra' dan Mi'raj Bukan Peristiwa Ilmiah

Tafsir Al-Isra 1: Isra Ilustrasi. foto: bersamadakwah.net

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .

Subhaana alladzii asraa bi’abdihi laylan mina almasjidi alharaami ilaa almasjidi al-aqshaa alladzii baaraknaa hawlahu linuriyahu min aayaatinaa innahu huwa alssamii’u albashiiru (1).

Dari 114 surah dalam al-Qur'an, hanya surah ini saja yang dibuka dengan kata "Subhan". Sebuah bentuk isim masdar edisi khusus (mawdli' al-masdar) yang tidak ikut aturan masdar pada umumnya. Meski masdar, tapi "subhan" bukan berumpun pada fi'il madli "Sabbaha". Sisi isytiqaq, breakdown, pemecahan kata, masdar kata "sabbaha" adalah "tasbih" dan bukan "subhan". Begitu kata al-imam Sibawayh.

Thalhah ibn Abdillah bertanya kepada Rasulullah SAW soal makna kata "subhan" ini. Rasul menjawab: "Tanzih Allah min kull su'". Maha suci Allah dari segala kenegatifan. Karena begitu asasi Tuhan harus bersih dari segala bentuk keburukan, kelemahan, kekurangan, padanan dll. Maka kata ini, dengan segala variannya dipakai sebagai pembuka surat.

Semisal "subhan", dipakai pada surah al-Isra' ini, sedangkan fi'il madlinya (Sabbaha) dipakai pembukan surah al-Hadid, al-Hasyr dan al-Shaff. Fi'il mudlari'nya (Yusabbih) dipakai pembuka surah al-Jumu'ah dan al-Taghabun dan fi'il amarnya (Sabbih) dipakai pembuka surah al-A'la. Gebyah-uyah, bahwa Allah SWT itu benar-benar Tuhan yang Maha suci dan manusia wajib mengimani itu serta tidak melakukan apa saja yang sifatnya bisa menodai kemahasucian Tuhan.

Terhadap hasil panen yang melimpah ruah, petani itu berkomentar seperti ini: "Ya, kami benar-benar mengikuti petunjuk dari penyuluh dengan baik dan sangat teliti, dari pemilihan bibit yang sehat, kondisi tanah yang kami garap begini dan begitu, pengairannya sangat bagus, pemberantasan hama sudah kami antisipasi sejak dini, teknik perawatan dan lain-lain. Nah inilah hasil kerja keras kami...".

Komentar petani itu benar menurut ilmu, tapi salah menurut keimanan. Hal itu karena dia menafikan dan mengkufuri peran Tuhan yang menjadikan panen itu bagus. Seharusnya ada ungkapan teologis setelah paparan teknik, misalnya "..al-hamdulillah, Allah memberikan hasil sebaik ini..". Kalimat inilah yang sering hilang dari lisan manusia yang sedang dirindung pongah setelah mencapai kesuksesan.

Semua ayat yang diawali dengan kata "tasbih" (kemahasucian) ini berisikan hal-hal yang supra rasional, besar dan mengamumkan. Kata subhan sebagai pembuka ayat yang berada di tengah-tengah surah juga mengandung pesan demikian. Seperti ketika Tuhan membicarakan makhluq ciptaan-Nya yang serba berpasangan, "khalaq al-azawaj kullaha", yang dijabarkan pada tiga sektor : tumbuh-tumbuhan (min ma tunbit al-Ardl), makhluq hidup (min anfusihim), dan dari makhluq yang tidak diketahui (min ma la ya'lamun).

Untuk itu, kata "subhan" (subhanallah) dipakai sebagai ungkapan reflek seorang muslim saat berdecak kagum melihat sesuatu yang menakjubkan. Refleksi ini adalah yang terdepan karena terkait jiwa keimanan kita. Dan muslim harus demikian, sebelum selanjutnya menggunakan nalar analisis dan kerja pemikiran.

Artinya adalah isyarat, bahwa pesan ayat tersebut sangat mungkin ada hal-hal yang tidak bisa dicerna oleh akal, maka akal harus tunduk. Silakan mencari dan mengkaji sedalam-dalamnya dan sejauh-jauhnya, tapi tetap harus disadari, bahwa akal manusia sangat terbatas. Jadinya, bukan akal lagi yang harus dijadikan imam, melainkan keimanan dan kemahasucian Tuhan.

Peristiwa al-Isra' di sini bukanlah peristiwa ilmiah, fisika yang rasional, tetapi peristiwa supra rasional yang sarat dengan pelajaran rasional. Bukan peristiwa ilmiah, tapi mengandung ajaran ilmiah. Meskipun kita mengimani mukjizat, tapi kita tidak boleh menyerah begitu saja kepada mukjizat, melainkan harus bisa memetik pelajaran dari peristiwa mukjizat, tanpa merendahkan keluhuran mukjizat itu sendiri.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO