Tafsir Al-Nahl 92: Bu Risma, Bodoh atau Pinter?

Tafsir Al-Nahl 92: Bu Risma, Bodoh atau Pinter? Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. foto: VIVA

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - Walaa takuunuu kaallatii naqadhat ghazlahaa min ba’di quwwatin ankaatsan tattakhidzuuna aymaanakum dakhalan baynakum an takuuna ummatun hiya arbaa min ummatin innamaa yabluukumu allaahu bihi walayubayyinanna lakum yawma alqiyaamati maa kuntum fiihi takhtalifuuna.

Ini bukan gawe-gawe, tapi murni menunaikan tugas akdemik, yakni memaparkan pesan ayat 92 al-Nahl yang sedang kita studi. Penggalan ayat tersebut menyebutkan "wa la tattakhidzu aimanakum dakhala bainakaum an takun ummah hiy arba min ummah".

Cekak aose karep adalah, larangan menggunakan sumpah untuk menarik simpati masyrakat. Hal itu karena seorang calon pemimpin melihat ada massa yang lebih besar (ummah hiya arba) dibanding dengan massa yang sedang dipimpinnya (min ummah). Calon itu tertarik pindah ke kelompok yang lebih banyak dengan mengumbar sumpah di hadapan mereka supaya mendapat simpati dan kepercayaan.

Ayat ini turun sebagai teguran terhadap suatu kabilah yang telah menjalin sumpah dan janji persaudaraan dengan kabilah lain, lalu melihat ada kabilah lain yang lebih besar dan lebih kuat yang menawarkan diri dan siap menjalin persaudaraan dengannya. Kelompok tersebut tergiur dan pingin pindah ke kabilah yang lebih besar tersebut. Mereka menggunakan sumpah untuk mementapkan, padahal sumpah itu hanya topeng belaka untuk menutupi kebusukan. Sejatinya dia mau ingkar janji dan pindah ke kelompok yang lebih besar. Begitu al-Qurtubi menuturkan. (al-Jami'"X/p.171).

Bila ayat studi ini diaktualkan ke kontek Surabaya, di mana wali kotanya (bu Risma) kini santer diberitakan sedang dirayu PDI-Perjuangan maupun warga Jakarta untuk mencalonkan diri menjadi gubernur DKI, maka rasanya ada kemiripan.

Jika bu Risma mau dirayu dan ke sono beneran, maka sama dengan berjudi. Andai menang, maka dia kesohor hebat. Begitu pula bagi PDI-P, khususnya bu Megawati, mencepnya makin tajam, merasa kadernya hebat dan tentu saja mendongkrak elektabilitas partai.

Tapi bila kalah, maka tidak sekadar rugi segala-galanya, yo nyonyor barang, bisa-bisa disyukur-syukurno oleh rakyat Surabaya, meski tidak semua rakyat Surabaya nggandoli bu Risma.

Sementara PDI-P tidak rugi apa-apa dan tetap eksis. Lalu, wong-wong PDI-P yang ngerayu-rayu tadi, paling melunus saja, "itu urusanmu, itu resikomu, salah sendiri bermain politik..dst..".

Kata pengamat, jika bu Risma tandang ngelawan Ahok, berat rasanya. Tapi semua terserah kanjeng ibu, kerso dirayu punopo mboten. Mugi Pangeran paring pencerahan.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO