Kegiatan OJT Pengendalian PPOK dan Asma di Kota Kediri. Foto: Ist
KOTA KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Sebagai upaya menekan kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kediri menyelenggarakan On The Job Training (OJT) Pengendalian PPOK dan Asma pada Selasa (4/11/2025). Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari hingga Jumat (6/11/2025) yang diikuti oleh 40 tenaga medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan petugas puskesmas se-Kota Kediri.
“Kegiatan OJT ini terkait penanganan PPOK dan asma merupakan upaya meningkatkan kapasitas petugas puskesmas agar mendapatkan ilmu dari narasumber yang ahli di bidangnya, yakni Nur Prasetyo Nugroho, yang menerangkan tentang pencegahan dan pengendalian PPOK; Caesar Ensang Timuda, yang akan menerangkan pendekatan praktis kesehatan paru di FTKP dan pengendalian asma pada dewasa; kemudian ada Renyta Ika Damayanti, tentang pengendalian asma pada anak,” kata Plt Kepala Dinkes Kota Kediri, Fahmi Adi Priyantoro.
Menurut dia, puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dituntut memberikan pelayanan prima. Selain sarana dan prasarana, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kunci pelayanan optimal sesuai prosedur.
“Peserta difokuskan dari puskesmas, karena pada puskesmas upaya promotif dan preventif lebih diutamakan. Ditambah lagi dengan kebijakan terbaru terkait 144 diagnosa yakni penyakit-penyakit tersebut harus ditangani di FKTP terlebih dahulu, di antaranya PPOK. Berarti puskesmas harus menyiapkan sarana prasarana dan SDM yang kompeten,” paparnya.
Beberapa penyakit saluran pernapasan yang umum ditangani di puskesmas antara lain Tuberkulosis (TB), asma, penyakit paru kronis, dan bronkopneumonia. Fahmi menilai, keempatnya membutuhkan ketelitian dan keahlian dalam diagnosis.
Data Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pada 2023 memperkirakan jumlah penderita PPOK di Indonesia mencapai 4,8 juta dengan prevalensi 5,6 persen.
Selain peningkatan kapasitas SDM, Dinkes Kota Kediri juga aktif mencegah penambahan kasus PPOK melalui program Upaya Berhenti Merokok (UBM), yang dilakukan dalam bentuk sosialisasi kepada masyarakat untuk mengatasi kecanduan nikotin dan gejala putus nikotin.
“PPOK lebih banyak disebabkan karena asap rokok karena kandungan zat-zat berbahaya bagi kesehatan, tidak hanya perokok aktif tapi perokok pasif lebih berpotensi terkena PPOK,” ucap Fahmi.
Dengan berlangsungnya OJT ini, ia berharap para peserta dapat menyerap ilmu dari para narasumber dan mengaplikasikannya di puskesmas masing-masing. (uji/mar)







