SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Fenomena calon tunggal dan kotak kosong menjadi sorotan lantaran marak jelang Pilkada 2024.
Muncul kekhawatiran publik jika fenomena ini berdampak pada partisipasi pemilih dan kualitas demokrasi.
Baca Juga: Kampanye Pilwali Kediri 2024, Bunda Fey Safari Sapa Warga
Pengamat politik Universitas Airlangga, Hari Fitrianto SIP MIP, fenomena kotak kosong bukanlah indikasi dari krisis demokrasi.
Melainkan lebih kepada masalah teknis terkait penjadwalan pemilu yang kurang ideal.
"Fenomena kotak kosong itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan krisis demokrasi. Namun, hanya soal pengaturan jadwal antara pemilu nasional dengan pilkada yang terlalu dekat,” kata Hari, Selasa (10/9/2024).
Baca Juga: Kampanye Simpatik di Pasar Dlanggu, Gus Barra Disambut Teriakan Pendukung
Hari menyebut, pentingnya prinsip timely manner dalam penyelenggaraan pemilu.
Pemilu harus dirancang untuk memungkinkan partisipasi maksimal dari masyarakat.
Namun disayangkan, ambisi untuk melaksanakan pilkada serentak di tahun ini belum diiringi dengan pertimbangan waktu yang matang.
Baca Juga: DPW PKS Jatim Wajibkan Kader Sapa Masyarakat dan Kampanyekan Khofifah-Emil
“Dengan menyerentakkan antara pemilu nasional dengan pilkada, partai politik dan calon-calon pemimpin di daerah tidak punya cukup waktu untuk melakukan konsolidasi,” sambungnya.
Asumsi berkembang. Masyarakat menganggap calon tunggal berpotensi menang melawan kotak kosong.
“Hanya ada satu kandidat yang bekerja keras menghadirkan pemilih ke TPS. Sementara itu, kotak kosong tidak memiliki tim sukses, sehingga membuat orang menjadi enggan atau malas datang ke TPS,” ujarnya.
Baca Juga: Pemkot Kediri Hentikan Program Banmod Tahap II Jelang Pilkada 2024
Bila kotak kosong menang akan memiliki dampak sosial-poilitik bagi masyarakat setempat.
Pasalnya, kepemimpinan akan diisi pejabat sementara. Ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat.
Kotak kosong, lanjut Hari, tidak bisa dimaknai sebagai bentuk protes politik dari masyarakat.
Baca Juga: Paslon SAE Serap Aspirasi Warga soal Penanganan Sampah di Sidoarjo
“Pembuat undang-undang mengasumsikan bahwa semakin serentak pemilu dilakukan, semakin baik. Namun, yang sebenarnya diperlukan adalah pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah,” bebernya.
"Jadwal Pemilu nasional dan pemilu daerah sebaiknya tidak dilakukan bersamaan. Jika pemilu nasional, misalnya, dilakukan di tahun 2024, maka pemilu daerah idealnya dilaksanakan dua tahun setelahnya," cetusnya. (van)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News