Dialog Aswaja-Ahmadiyah Dihentikan, Kiai Abdusshomad: Plagiat Al-Quran dan Aliran Sesat

Dialog Aswaja-Ahmadiyah Dihentikan, Kiai Abdusshomad: Plagiat Al-Quran dan Aliran Sesat Eki Subandi (paling depan, pegang mik, menoleh ke belakang) dan rombongannya saat dialog di Institut Pesantren KH Abdul Chalim, Pacet, Mojokerto, Kamis (29/9/2022). Foto: mma/bangsaonline.com

Menurut Abdul Wahab, Andree Feillard hanya bilang bahwa pernah ada suatu keputusan Muktamar NU di Banten bahwa negeri Hindia Belanda itu adalah Darul Islam.

“Menurut penafsiran Andree Feillard itu menguntungkan Belanda,” katanya.

Abdul Wahab kemudian menceritakan kronologis data Andree Feillard. “Andree Feillard juga keliru. Dia menyebut Muktamar Banten. Padahal itu Muktamar NU Banjarmasin,” katanya sembari mengatakan bahwa Andree Feillard tak menukil data primer tapi hanya menukil dari buku yang ditulis Ali Haidar.

Kiai Abdul Wahab kemudian menjelaskan kontek masalah soal Darul Islam. Menurut dia, dalam Muktamar NU di Banjarmasih itu ada pertanyaan terkait dengan pengurusan jenazah yang tak jelas identitasnya; yaitu bagaimana kalau ada jenazah tak beridentitas ditemukan di suatu wilayah. Apakah akan diurus atau dihukumi seperti orang Islam, misalnya dimandikan dan disalati?

Saa itu para muktamirin, tutur Abdul Wahab, menghukumi dengan cara melihat status negara atau wilayah ditemukannya jenazah itu. “Apakah Darul Islam atau Darul Kufri (non Islam, kafir)” kata Kiai Abdul Wahab yang juga sekretaris umum MUI Jember.

Menurut dia, jika jenazah itu ditemukan di wilayah darul Islam, maka jenazah itu harus diperlakukan berdasarkan syariat Islam. Tapi jika jenazah itu ditemukan di wilayah Darul Kufri, maka jenazah itu diperlakukan dengan cara lain.

Lalu muncul pertanyaan, apakah Indonesia yang saat itu dalam jajahan Belanda masuk Darul Islam atau bukan? Mengacu pada Kitab Bughyatul Mustardyidin, ulama NU dalam muktamar itu berpandangan bahwa Indonesia masuk kategori Darul Islam.

Alasannya, karena status negara ini pernah dikuasai oleh raja-raja Islam. Selain itu, secara defakto, umat Islam di Indonesia adalah mayoritas.

“Ini masuk akal, kalau disebut Darul Islam. Itu kontek asalnya. Jadi tak ada hubungannya dengan penjajah Belanda,” katanya.

Dari mana data itu? Kiai Abdul Wahab mengaku mendapat data pembahasan soal Darul Uslam itu dari KH Achmad Siddiq, Rais Aam Syuriah PBNU 1984-1991.

“Kiai Ahmad Siddiq menegaskan, kalau soal Belandanya, kita tak pernah mendukung. Jadi NU tak pernah mendukung penjajah Belanda,” katanya.

Senada dengan Kiai Abdul Wahab, Kiai Abdul Hamid Pujiono justru bertanya langsung kepada Eki Subandi dan rombongannya. Apa dasar utama ajaran Ahmadiyah?

“Kalau kita, Aswaja, kan Al Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Kalau Ahmadiyah apa,” tanya Kiai Abdul Hamid Pujiono.

Eki Subandi dan rombongan penganut Ahmadiyah tak menjawab. Eki Subandi hanya menunjukkan buku yang sudah ditulis. Menurut dia, semua klarifikasi itu ada pada buku itu.

Sementara Kiai Abdul Haris mengatakan bahwa Tim Aswaja di bawah koordinasi Kiai Asep sedang menyusun buku untuk menjawab buku yang dibuat oleh Ahmadiyah.

“Mohon doanya agar buku ini selesai dalam dua atau tiga bulan ini,” katanya. Ia mengatakan bahwa buku klarifikasi atau bantahan yang dibuat oleh Ahmadiyah sangat rendah kualitas ilmiahnya.

“Kami ini semua akademisi,” kata Kiai Abdul Haris.

Kepada BANGSAONLINE.com, Kiai Asep mengungkapkan bahwa Ahmadiyah salah menafsirkan Al Quran surat As-Shaf ayat 6.

“Ya mohon maaf, konyol dalam menafsirkan ayat ini,” katanya.

Kiai Asep lalu melafadlkan ayat tersebut. Yang artinya, Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, "Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, "Ini adalah sihir yang nyata."

“Mereka menganggap Ahmad itu Mirza Ghulam Ahmad. Padaha yang dimaksud dalam ayat Al Quran itu adalah Nabi Muhammad,” kata Kiai Asep sembari mengatakan bahwa lafadz Jaa itu adalah fi’il madly yang berarti sudah terjadi, bukan akan datang.

Menurut Kiai Asep, karena Ahmadiyah menganggap masih ada nabi setelah Nabi Muhammad, maka semua organisasi Islam, terutama MUI, menghukumi Ahmadiyah adalah aliran sesat. Bahkan SKB dan Gubernur Jawa Timur melarang Ahmadiyah.

“Karena itu tak boleh ada dakwah, tak boleh ada papan nama dan tak boleh ada simbol-simbol Ahmadiyah,” kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu.

Meski demikian, kata Kiai Asep, kita harus berpijak pada ukhuwah dalam pespektif Aswaja. Yaitu ukhuwah Islimiah, ukhuwah wathaniah dan ukhuwah basyariah. Jadi, jika mereka tak bisa masuk ke ukhuwah Islamiiah karena sesat, maka mereka kita tempatkan pada ukhuwah wathaniah atau basyariah.

“Karena itu tak boleh ada kekekerasan pada mereka,” kata Kiai Asep yang ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).

Apakah ada sanksinya jika Ahmadiyah melanggar SKB? Usai acara, Kiai Abdusshomad Buchori menunjukkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang melarang Ahmadiyah di seluruh Indonesia. 

Dalam SKB nomor 3 Tahun 2008: KEP-033/A/JA/6/2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota pengurus jemaat Ahmadiyah Indonesia () ada tujuh poin yang intinya memberi peringatan sekaligus perintah agar penganut, anggota dan pengurus Ahmadiyah menghentikan penyebaran ajaran Ahmadiyah.

Dalam SKB itu bukan hanya tidak boleh menyebarkan, tapi juga tak boleh menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan kepada Ahmadiyah.

Bahkan dalam poin kedua SKB itu memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah, anggota dan pengurus Jemat Ahmadiyah Indonesia (), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.

Menurut SKB itu, jika penganut, anggota dan pengurus Ahmadiyah tidak mengindahkan peringatan dan perintaah SKB ini, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.

Larangan yang tercantum dalam SK Gubernur Jawa Timur juga sangat detail. Selain dilarang melakukan aktivitas juga dilarang menyebarkan ajaran Ahmadiyah, baik secara lisan atau melalui melalui media, tulisan, maupuk elektronik. Juga dilarang memasang papan nama atau atribut di mana saja, termasuk di lembaga pendidikan dan tempat ibadah seperti masjid dan mushalla.

Namun website resmi Ahmadiyah: Ahmadiyah.id masih bisa diakses. (MMA) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO