Ingin Cabut NU dari Khittah, Apa Alasan Kiai Muda Ini | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Ingin Cabut NU dari Khittah, Apa Alasan Kiai Muda Ini

Editor: MMA
Jumat, 12 November 2021 07:42 WIB

Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Mayoritas warga nahdliyin gusar terhadap keterlibatan NU dalam politik praktis. Mereka ingin NU tak berpolitik praktis. Banyak mudlaratnya. Namun KH Imam Jazuli, LC, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, justru ingin mencabut kembali keputusan Muktamar NU yang kembali ke khitah. Apa alasannya? Simak tulisan wartawan terkemuka, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com, Jumat 12 Nopember 2021 pagi ini.

Khusus pembaca di BaBe, klik lihat artikel asli di bagian akhir tulisan ini. Tulisan di BaBe banyak yang terpotong sehingga tak lengkap. Selamat membaca:

PUN ketika saya ke sana. Kaus dalam putih yang dipakainya. Dikombinasikan dengan sarung. Dan kopiah.

Saya menemuinya lewat jalan desa yang sangat sempit. Agak becek. Kaki gunung Cermai, tenggara Cirebon, memang lagi hujan Selasa sore lalu.

Di situlah pesantren hebat ini berada. Dengan nama yang tidak memakai bahasa Arab: Bina Insan Mulia.

Saya pernah melihat kiai muda ini di video: Imam Jazuli. Juga pakai kaus dalam berlengan. Padahal, saat itu, ia menemui seorang menteri.

Bagi saya, penampilan Kiai Jazuli yang seperti itu sebagai lambang keterbukaan dan pembebasan. Itu lebih terlihat nyata setelah saya mendengarkan lebih banyak penjelasannya.

Tentu saya pernah bertemu Kiai Jazuli yang tidak seperti itu: ketika sama-sama di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), di Jakarta.

Di pesantrennya itu, seminggu sekali, Kiai Jazuli memberikan kebebasan berpakaian pada santrinya: boleh pakai pakaian santai. Termasuk pakai celana jeans. Pun bagi yang wanita. Juga boleh tidak berkopiah. Boleh bernyanyi-nyanyi. Bahkan, sebelum Covid, sesekali diajak nonton bareng ke bioskop.

Kurikulum di pesantren ini juga beda. Semester pertama hanya tiga pelajaran: pelajaran membaca Qur'an, matematika, dan fisika. Pelajaran menghafal Quran ada di semester 2. Ditambah dua pelajaran lain: matematika dan fisika.

Menghafal Quran-nya dengan metode baru. Dalam enam bulan semua santri sudah bisa hafal Quran. Khususnya santri yang IQ-nya 120 ke atas.

Yang punya IQ di bawah itu tetap harus menjalani pelajaran menghafal Quran. Tidak harus 30 juz (satu Quran terdiri dari 30 juz). Ada yang 20, 15, bahkan hanya 10 juz.

Di semester ketiga juga tiga pelajaran: bahasa Arab, matematika, dan fisika. Kitab-kitab dari Al Azhar dipelajari dalam pelajaran bahasa Arab ini. Dalam enam bulan mereka sudah harus bisa berbahasa Arab.

Di semester keempat, tiga pelajaran lagi: bahasa Inggris, matematika, dan fisika. Dalam enam bulan harus bisa berbicara dalam bahasa Inggris.

Semester 5 dan 6 khusus untuk pelajaran yang akan masuk ujian nasional. Juga untuk mempersiapkan sekolah di luar negeri: ke Timur Tengah, ke Eropa/Amerika, dan ke Tiongkok. Yang ke Tiongkok hanya lewat yayasan ITCC –yang saya dirikan bersama beberapa teman Surabaya.

Sekolah ke luar negeri begitu pentingnya. "80 persen lulusan pesantren ini melanjutkan kuliah di luar negeri," ujar Kiai Jazuli.

Kiai Jazuli mendirikan madrasah bertaraf internasional ini tahun 2013. Ia sendiri lulusan Al Azhar, Mesir. Jurusan filsafat. Kiai Jazuli adalah alumni pertama pesantren Lirboyo yang kuliah di Al Azhar. Lirboyo, Kediri, adalah salah satu pondok berbintang sembilan di dunia NU.

"Sebenarnya, waktu itu, saya mendapat beasiswa ke Madinah, Arab Saudi. Ayah saya tidak mengizinkan," ujar Kiai Jazuli. "Beliau takut saya menjadi penganut paham Wahabi," ujarnya.

Ia dapat tawaran beasiswa lagi: kuliah di Qom, Iran. "Ayah saya juga tidak setuju. Beliau takut saya menjadi penganut Syi'ah," katanya.

Dua tahun kemudian barulah ia mendapat beasiswa ke Mesir. Ayahnya petani di desa kaki gunung Ceremai itu. Tidak bisa membekali biaya yang cukup. Ia punya bekal lain yang lebih dari cukup: modal tirakat. Berani sengsara. Tidak takut menderita.

Ia sudah dibiasakan berpuasa setiap hari. Dalam setahun ia hanya 6 hari tidak berpuasa. Yakni di hari-hari yang oleh agama dilarang berpuasa. Salah satunya di hari raya Idul Fitri.

Orang-orang pondok pesantren biasa tirakat seperti itu. Harus bisa menjalani hidup susah. Salah satu tanda kelulusannya di Lirboyo adalah: jalan kaki, tanpa bekal uang, ke seluruh makam walisongo.

Perjalanan dimulai dari Kediri ke Surabaya: makam Sunan Ampel. Lalu ke Bangkalan, Madura: ke makam Kiai Kholil yang disetarakan dengan wali. Terus ke Gresik, Tuban, Rembang, Jepara, Kudus, Demak, dan berakhir di makam Sunan Gunung Jati, Cirebon. Itu sudah lebih dekat ke kampungnya sendiri.

Sepanjang perjalanan ia boleh menerima tawaran bermalam di masjid atau rumah siapa saja. Termasuk menerima makanan. Tapi tidak boleh menerima tawaran dibonceng sepeda motor maupun tumpangan mobil.

Di Mesir pun Jazuli mencari tempat tinggal yang tidak pakai uang: jadi penunggu kantor. Tidur di kantor itu. Mengerjakan apa saja di situ: di kantor NU cabang Mesir.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video