Blok Baru Pasca Covid-19, Ideologi Kebebasan Vs Pengendalian | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Blok Baru Pasca Covid-19, Ideologi Kebebasan Vs Pengendalian

Editor: MMA
Minggu, 03 Oktober 2021 09:09 WIB

Dahlan Iskan

Di Guangzhou misalnya, sedang dibangun gedung karantina model baru itu: berkapasitas 5.000 orang. Pun di kota besar lainnya –yang jadi tujuan pendatang dari negara lain.

Sebetulnya itu tidak baru. Setiap negara sudah punya fasilitas karantina hewan. Juga sudah punya karantina tumbuh-tumbuhan. Apa salahnya sekalian ada karantina manusia. Mungkin juga akan ada karantina Taliban –kalau yang satu ini dianggap bukan lagi salah satu dari tiga jenis tadi.

Selama ini karantina itu dilakukan di hotel. Di semua negara. Dimulai oleh Tiongkok. Sekalian memanfaatkan hotel yang lagi kosong. Gedungnya sudah ada. Segala fasilitas sudah tersedia.

Tapi hotel bukanlah tempat karantina yang ideal. Pegawai hotel bukanlah tenaga medis terdidik. Sistem flow manusianya juga tidak untuk mencegah penularan virus.

Tiongkok tidak ikut jalan kebebasan. Ia punya jalannya sendiri.

Pandemi ternyata juga melahirkan blok-blokan.

Dua blok itu terasa mencerminkan pula pemikiran ideologi mereka: kebebasan vs pengendalian.

Di Barat keputusan diserahkan kepada individu. Termasuk soal pakai masker. Kalau pun ada yang terjangkit Covid, individu harus tahu sendiri apa yang harus mereka lakukan.

Vietnam, Kamboja, dan Laos kelihatannya akan menjadi anggota pertama blok Timur. Singapura kelihatannya menjadi pendaftar pertama ikut blok Barat. Entah Malaysia dan Thailand.

Cara yang dianut blok Barat itu akan menghasilkan realitas baru: biar saja ada yang sakit. Asal tidak sampai membuat rumah sakit kewalahan. Orang boleh sakit apa saja. Yang penting ada dokternya, ada rumah sakitnya, ada perawatnya, dan yang terpenting menurut Kliwon, ada uangnya.

Cara blok Timur lain lagi: menginginkan zero toleran.

Apakah Tiongkok tidak takut cara itu akan mengganggu perekonomiannya?

Sebenarnya saya ingin mikir itu. Tapi saya takut. Terutama jangan-jangan waktu saya tidak cukup –kalau dalam sehari komentar yang harus saya baca melebihi 400 seperti kemarin. (Dahlan Iskan)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video