​Moderat dan Ekstrem Bawaan Sejak Lahir? Ini Pengalaman Pribadi Dahlan Iskan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Moderat dan Ekstrem Bawaan Sejak Lahir? Ini Pengalaman Pribadi Dahlan Iskan

Editor: MMA
Sabtu, 18 September 2021 07:52 WIB

Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Kasih sayang dan kebencian sangat berpengaruh dalam kehidupan berbangsa. Tapi benarkah sikap dan bawaan sejak lahir? atau pengaruh lingkungan?

Wartawan terkemuka, Dahlan Iskan, menuangkan pengalaman pribadinya dalam tulisan berjudul Benci Sayang di Disway pagi ini, Sabtu 18 September 2021. Dibawah ini BANGSAONLINE.com menurunkannya secara lengkap. Sekedar info, agar bisa membaca tuntas sebaiknya mengklik langsung BANGSAONLINE.com karena tulisan di aplikasi aggregator kerap terpotong dan putus. Selamat membaca:

KASIH sayang itu jiwa asli manusia yang dibawa sejak lahir. Kebencian itu datang akibat pendidikan dan lingkungan

Itu bukan kata-kata ciptaan saya. Itu saya gubah dari salah satu isi grup WA. Saya diikutkan di dalamnya.

Lebih 10 grup WA yang saya ikuti setiap hari. Ada yang sangat oposisi. Ada yang sangat pro. Ada pula yang memperjuangkan sikap .

Tentu ada juga grup WA yang sangat pribumi. Saya ada di dalamnya. Tapi saya ikut dalam grup yang sangat Tionghoa.

Soal kalimat-kalimat yang saya sadur tersebut dari grup WA yang memperjuangkan sikap . Banyak kiai di dalamnya. Banyak juga profesor dan doktor.

Saya tidak mempersoalkan apakah kredo tersebut benar. Juga tidak bertanya: apakah itu didasarkan pada penelitian ilmiah.

Setidaknya itu memberikan gambaran baru bagi saya. Yang sejak kecil sudah mendapat penjelasan: semua sifat yang melekat pada manusia itu warisan sejak Nabi Adam. Termasuk unsur kebencian dan kejahatannya.

Memang, kalau saya ingat, saya pernah terpengaruh orang tua: membenci Pak De, kakak ibu saya. Sampai-sampai salah satu tanamannya saya tebang. Secara sembunyi-sembunyi –tapi ketahuan.

Orang tua saya sebenarnya tidak mendidik saya untuk membenci Pak De. Orang tua selalu mengajarkan untuk menghormati orang yang dituakan. Tapi saya pernah mendengar –sebagai anak kecil– orang tua yang sedang ngobrol dengan kakak saya yang sudah dewasa: betapa ibu saya menderita akibat Pak De.

Pun itu hanya cerita. Obrolan. Semacam rerasan –mungkin disebut curhat di zaman sekarang. Atau kelasnya lebih rendah dari curhat. Mungkin hanya karena tidak ada bahan omongan lain. Padahal orang itu kalau lagi duduk-duduk harus saling bicara. Di desa duduk-duduk memang bisa lebih banyak dari sibuk-sibuk.

Baik mana: lebih banyak bisa duduk-duduk yang membuat keluarga berinteraksi atau lebih banyak sibuk sampai tidak bisa memperhatikan keluarga?

Dalam kasus mengobrolkan Pak De itu jelas pengaruhnya pada saya: jadi membenci Pak De. Padahal orangtua saya sendiri, dalam kehidupan sehari-hari, saya lihat, bersikap sangat hormat pada Pak De.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video