Laksamana Sukardi Terbitkan Buku Nunggu Gus Dur dan Taufik Kiemas Wafat? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Laksamana Sukardi Terbitkan Buku Nunggu Gus Dur dan Taufik Kiemas Wafat?

Editor: MMA
Rabu, 16 Juni 2021 08:42 WIB

Dahlan Iskan

Laks heran utang konglomerat lain bisa diungkap. Kok Texmaco, milik Sinivasan itu, tidak.

Laks terus berusaha membuka kredit Texmaco yang didapat secara tidak wajar itu. Gagal. Laks merasa sosok TK –panggilan akrab Taufiq Kiemas– ada di balik kegagalan itu. Saat itu TK, ternyata, sedang diproses menjadi Komisaris Utama PT Texmaco.

Laks merasa kasus Texmaco inilah yang menyebabkan ia dipecat sebagai menteri BUMN. Lebih dari itu. Laks juga tersingkir dari kepemimpinan di pusat PDI Perjuangan. Padahal perjuangannya di partai luar biasa. Ia tinggalkan bank. Untuk hanya jadi ''politikus kasta sudra'' bersama Megawati Sukarnoputri melawan Orde Baru. Laks, sebagai Bendahara Umum DPP PDI Perjuangan sama sekali tidak dapat jabatan setelah Kongres di Semarang.

Untung kursi DPR yang ditinggalkan Laks ke BUMN belum diisi orang lain. Begitu tidak lagi jadi menteri dan tidak lagi di DPP PDI Perjuangan, Megawati langsung mengembalikan Laks ke DPR. Itu sekaligus sebagai pelampiasan kekecewaan Megawati pada . Sampai pun memberi Laks jabatan ketua fraksi. Padahal hubungan presiden yang memecatnya dengan DPR lagi panas. Apalagi mengeluarkan keterangan baru: bahwa JK dan Laks itu dipecat karena terlibat korupsi. mengatakan mendapat berkas 400 halaman sebagai buktinya.

Tuduhan itu kian meruncingkan hubungan. sampai dipanggil DPR. "Berkas 400 halaman itu isinya seperti sampah," ujar Laks. minta maaf di DPR tapi hubungan sudah begitu buruk. Dimunculkan pula soal dana Sultan Brunei Darussalam dan dana Bulog. pun lengser.

Laks masih lumayan: 6 bulan menjadi menteri. Hamzah Haz hanya tiga bulan menjabat Menko Kesra. Ia yang pertama dipecat . Padahal Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu sangat berjasa menggalang ''poros tengah'' di DPR. Poros tengah itulah yang berhasil mengangkat sebagai presiden –mengalahkan Megawati yang memenangkan Pemilu 1999. Waktu itu pemilihan presiden masih dilakukan di MPR yang anggotanya masih didominasi anggota DPR –belum ada DPD saat itu.

Laks juga masih lumayan: diberhentikan dengan cara dipanggil ke istana. Waktu masuk ruang kerja presiden, sudah duduk di kursi kepresidenan. Laks dan Jusuf Kalla diminta duduk di dua kursi yang ada di depan meja itu. Dari mulut presiden sendiri Laks mendengar pemecatan itu. Setidaknya tidak seperti Jenderal Wiranto. Yang dipecat dari jauh.

Laks ingat betul kasus Jenderal Wiranto itu. Yang dipecat dengan cara –seperti ditulis di buku itu– lebih menyakitkan. Waktu itu Presiden lagi berkunjung ke Eropa. Sejumlah wartawan berteriak-teriak dari jauh. berhenti dan mendengarkan teriakan itu. Salah satunya mempertanyakan Jenderal Wiranto. Saat itu juga mengatakan kepada kerumunan wartawan tersebut: akan memecat Wiranto.

Keesokan harinya, di tempat yang lain, sejumlah wartawan mencegat Presiden lagi dari jauh. Mereka meneriakkan pertanyaan: apakah benar dan kapan akan memecat Wiranto. langsung menjawab: pasti akan memecatnya begitu ia tiba di Jakarta.

masih di Eropa beberapa hari lagi. Berita pemecatan Wiranto sudah lebih dulu menjadi berita besar di surat-surat kabar Jakarta.

Benar saja. Begitu mendarat di Jakarta memecat Wiranto.

Sejak pemecatan Hamzah Haz, Jusuf Kalla, Laksamana Sukardi, dan Wiranto itu, suasana perpolitikan nasional kian panas. DPR terus bergejolak. Laks sudah menjadi ketua fraksi terbesar di DPR.

Maka terjadilah sejarah itu. lengser. Megawati menjadi presiden. Laksamana Sukardi kembali menjadi menteri BUMN.

Banyak sekali kisah bagaimana Laks jadi menteri di bawah . Semua ditulis secara detail –dan ada kocaknya. Misalnya bagaimana secara mengejutkan mengangkat tokoh-tokoh besar dunia sebagai penasihat presiden: Henry Kissinger (mantan Menlu Amerika yang legendaris), Lee Kuan Yew (mantan PM Singapura yang hebat), Paul Volcker (mantan pimpinan Bank Sentral AS).

mengundang mereka untuk ke Jakarta, bertemu langsung dengan presiden. Sebelum ke presiden mereka bertemu Laks minta bahan-bahan masukan. Dalam hati, Laks berkata: kok mereka itu serius sekali, padahal banyak candanya. Laks pun minta agar setelah bertemu presiden mereka memberi kabar bagaimana hasilnya.

"Saya kira sulit bagi kami untuk memenuhi keinginan presiden," kata mereka seusai bertemu . Di sebagian besar waktu pertemuan itu tertidur. "Kelihatannya presiden terlalu lelah," kata mereka.

Laks awalnya adalah bankir serius yang mapan. Ia lulusan teknik sipil ITB. Ia bangga bisa di universitas, fakultas, dan bangku yang sama dengan Bung Karno. Maka ia terinspirasi untuk jadi pejuang. Ia merasa hidupnya sia-sia kalau hanya untuk mencari uang.

Maka Laks memilih aktif di PDI Perjuangan. Sejak partai itu masih disudut-sudutkan penguasa saat itu.

Bahwa buku itu ia tulis sendiri dengan baik, Laks memang punya darah wartawan. Kakeknya wartawan. Bahkan tokoh perintis pers Indonesia: Didi Sukardi. Ayahnya pun wartawan terkenal di Antara: Gandhi Sukardi. Adiknya wartawan terkemuka. Pernah menjadi Sekjen PWI Pusat: Wina Armada Sukardi.

Kini Laks sedang menulis buku kedua. Segera terbit. Ia akan bercerita di seputar kasus yang sempat menyeretnya diperiksa Kejaksaan Agung.

Dari buku yang sudah terbit itu saya menjadi tahu bagaimana cara Megawati membela kader utama partai. Yang kadang tidak bisa dilakukan akibat rumitnya persoalan. Megawati terlihat tidak mau membela orang-orangnya secara frontal –terutama ketika yang dihadapi adalah TK, suaminyi sendiri.

Tapi, seperti terhadap Laks, Megawati begitu memperhatikan. Untung, di saat lagi seperti tidak dibela, Laks tetap loyal kepada Mega. Akhirnya Laks dapat posisi istimewa lagi: menjadi menteri BUMN untuk kali yang kedua.

Gara-gara membaca buku itu saya terdorong mencari nomor kontak Laks. Saya baru sadar belum pernah berkenalan, bertemu, atau berbicara dengan Laks.

Maka saya WA Laks: apakah Anda menerima reaksi keras dari kelompok-kelompok yang Anda tulis?

"Dari kelompok tidak ada reaksi. Megawati tidak ada masalah. Mungkin TK akan marah kalau masih hidup. Anyway mereka tidak pernah baca! ��," jawabnya. (*)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video