Koruptor Bersorak, Presiden Normatif, DPR Diam
Sabtu, 24 Januari 2015 20:27 WIB
BangsaOnline-Satu per satu Wakil Ketua KPK dilaporkan ke polisi, setelah Bambang
Widjojanto, kemudian Adnan Pandu Praja. Bambang bahkan sudah menjadi
tersangka. Presiden Jokowi, dinilai hanya bersikap normatif. DPR dinilai
tak bergerak. Maka siapa lagikah yang membela KPK?
"Presiden
normatif, DPR tidak bersikap. Dengan demikian, masyarakat pasti akan
membuat sikap sendiri," jelas peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat)
Universitas Gajah Mada (UGM) Oce Madril saat berbincang, Sabtu
(24/1/2015).
Oce menambahkan, masyarakat yang bergerak karena
lembaga eksekutif dan legislatif yang tak memenuhi harapan itu ada di
berbagai kota. Masyarakat di berbagai kota itu bergerak dengan sukarela.
"Ada
bola salju di kota-kota lain. Tentu ini akan mengganggu jalannya
pemerintahan, kemudian juga kredibilitas dipertanyakan, masyarakat
berada di suasana, ibaratnya masyarakat kehilangan pemimpinnya. Harus
bergerak sendiri," tutur Oce.
Pasalnya, di kalangan masyarakat,
melihat apa yang menimpa pejabat KPK seperti pola yang berulang. Bila
terjadi berulang-ulang, maka kriminalisasi ini akan berujung mengganggu
pemberantasan korupsi.
"Masyarakatlah yang berdiri di berbagai
kota mendukung KPK. Kami di masyarakat dukung mati-matian untuk KPK.
Kasus BW itu pola berulang, tidak sekali ini terjadi. Kalau ini
dibiarkan maka pasti akan terjadi lagi pola-pola seperti ini, itu yang
selama ini mengganggu pemberantasan korupsi," tegas Oce.
Bila Presiden Jokowi tak tegas dalam menengahi KPK-Polri, siapa yang akan diuntungkan?
"Pastinya
para tersangka korupsi, orang-orang yang selama ini nyaman dengan
situasi koruptif, mungkin juga kekuatan-kekuatan pro koruptor akan
sangat nyaman ketika KPK diganggu. Tidak ada yang membela
mempertahankan, mereka bersorak sorai," jawab dia.
Simak berita selengkapnya ...
sumber : detik.com