Jangan Menangis Masjidku! | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Jangan Menangis Masjidku!

Editor: Redaksi
Senin, 22 Juni 2020 11:48 WIB

Ilustrasi

-- Spesial Ramadhan dan Idul Fitri--

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

Puasa Ramadhan itu hanyalah syari'ah biasa, tak ubahnya syariah lain yang senada, kayak shalat, zakat, haji, dll. Syariah artinya jalan lempang. Mau lancar menuju Tuhan? Maka lewatlah syari'ah. Jadi, puasa Ramadhan bukanlah tujuan. Tujuan utamanya adalah DIA Sendiri, bertaqwa kepada-Nya. Mau tahu nilai puasa anda? Lihat sendiri setelah puasa.

Ramadhan itu Spiritual Training, bulan pelatihan spiritual. Ibarat atlet yang sudah masuk pelatihan nasional sebulan, dilatih dan digembleng. Jika tidak ada peningkatan, pastilah dicoret dan diusir oleh sang pelatih.

Jadi, jika prestasi amal kita stagnan, tidak ada peningkatan: pelitnya tetap, maksiatnya tetap, marah-marahnya tetap, nebar konten hoax tetap, volume berjamaahnya tetap, volume membaca al-qur'annya tetap, maka merugi besar, beristighfarlah. Jika malah menurun - na'udz billah - maka itu tanda bejat. Meski Tuhan tidak pernah mengusir hamba-Nya, kita mesti merintih di pangkuan-Nya memohon belas kasih.

Covid-19 benar-benar membelah umat Islam negeri ini, sehingga ada yang memilih shalat tarawih di rumah dan ada yang tetap di masjid dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Meski masing-masing punya dasar, tapi bagi Tuhan yang dinilai adalah pangamalannya. Sempurnakah pelaksanaanya?

Pendidikan kejujuran selama berpuasa sangatlah hebat. Meski tidak dilihat orang, orang beriman sadar dirinya selalu dilihat Tuhan. Baik yang bertarawih di rumah maupun di masjid, berjujur-jujurlah di hadapan Tuhan. Adakah selama Covid-19 ini shalat tarwaih menurun atau pancet atau malah lebih khusyu'?

Tuhan itu memberi makan, tetapi Dia sendiri tidak makan. Dia memberi minum, tapi tidak minum. Melalui puasa, umat-Nya dididik merasakan betapa perih kelaparan. Harapannya mereka bisa memiliki jiwa ketuhanan yang welas dan memberi, bukan jiwa pengemis yang nyadong dan menerima.

Perhatikan istilah hari raya kita. Namanya ID al-FITHR. Id artinya pesta, hari raya, bukan kembali. (kembali = 'Aud). Fithr, artinya makan, makan pagi. Rasulullah SAW menyebut id al-fithr sebagai: "Yaum yafthur al-nas", hari orang-orang pada makan. ZAKATnya?

Jika disebut Zakat al-FITHR, maka artinya subsidi makan pagi. Maksudnya, zakat itu sebagai subsidi bagi orang-orang miskin agar bisa bareng berpesta makan pagi, di mana satu bulan penuh umat islam tidak sarapan. Terma ini lebih pada dimensi sosial dan lebih pas. Boleh pula disebut Zakat al-Fitrah. Fitrah, artinya "jiwa". Berarti zakat itu sebagai pajak jiwa, pajak bernapas selama satu tahun. Terma ini lebih pada dimensi spiritual.

Cukuplah dihayati sendiri, keimanan macam apa mereka yang berkali-kali umrah, serius ramadhanan di tanah suci, mendengar suara adzan dari al-masjid al-Haram yang jauh, lalu disambut dengan susah payah dan mahal. TAPI suara perut tetangga sendiri tidak terdengar. Maaf, Tuhan "mengutuk" mereka itu sebagai pendusta agama.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video