Tafsir Al-Kahfi 1-3: Penerima Kitab Suci itu Bergelar "Hamba"
Editor: Redaksi
Minggu, 03 Mei 2020 02:32 WIB
Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
1. Alhamdu lillaahi alladzii anzala ‘alaa ‘abdihi alkitaaba walam yaj’al lahu ‘iwajaan
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok;
2. Qayyiman liyundzira ba/san syadiidan min ladunhu wayubasysyira almu/miniina alladziina ya’maluuna alshshaalihaati anna lahum ajran hasanaan
Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik,
3. Maakitsiina fiihi abadaan
Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
TAFSIR AKTUAL
Allah SWT membuka surah ini dengan pujian untuk Diri Sendiri. Dialah Tuhan yang menurunkan kitab suci al-qur'an kepada hamba-Nya, Muhammad Rasulullah SAW. Kitab suci yang lurus (qayyima), memandu manusia ke arah kebenaran dan kebahagiaan hidup dunia-akhirat. Tidak sedikit pun ada kebengkokan ('iwaja) maupun kesalahan.
Dalam ayat tersebut, kata "iwaja" didahulukan dan kata "qayyima" mendampingi. Meski berdempetan, tapi beda fungsi dan tidak berbanding lurus antar keduanya. Melainkan fungsi anti tesis demi memperjelas. Kata 'iwaja adalah obyek dari kata kerja sebelumnya (lam yaj'al lahu). Artinya, Tuhan tidak menjadikan al-qur'an sebagai kitab yang salah, menyimpang atau bengkok.
Lalu disambung dengan kata "qayyima" yang lepas dari statement itu dan kembali ke tema sentral, yakni al-qur'an. Jadinya, al-qur'an itu (bukan bengkok, melainkan) lurus (qayyima). Untuk itu, di celah-celah antara kata "iwaja" dan "qayyima", dalam al-mushaf diberi tanda "saktah", diam sejenak saja, tanpa napas, sebagai isyarat ada jedah makna.
Simak berita selengkapnya ...