Sumamburat: Reuni yang Merindu Diri | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Reuni yang Merindu Diri

Editor: Abdurrahman Ubaidah
Wartawan: --
Rabu, 05 Desember 2018 15:19 WIB

Suparto Wijoyo.

Oleh: Suparto Wijoyo*

ADALAH Kang Mamat Becak dan Cak Jamal Roti. Begitulah kosmologi kota ini memberikan julukan sejurus profesinya. Bukan penguasa dan pengusaha yang berdasi nan berbatik penuh gengsi karena dagangannya merambah seluruh jengkal negeri. Juga bukan PNS-ASN yang setiap bulan menentu pendapatannya. Bukan pula pengajar, ustadz, kiai, santri atau anggota ormas kepemudaan yang seragamnya uniform seperti atribut TNI, sehingga dikira dirinya punggawa NKRI sebagaimana dipertontonkan selama ini. Dengan berseragam mereka tampil “seru dan gagah”, pun biasa membubar-bubarkan pengajian sambil menjaga tempat ibadah mereka yang meski tidak seiman atas nama kebangsaan yang ganjil.

Dari sebutan namanya orang sudah tahu siapa sejatinya Kang Mamat itu. Sebutan sebuah pesan yang biarlah saya ekspresikan dalam renung karena dia tidak berkenan disuarakan dalam dialog yang atasnyalah saya meneteskan haru, membanjiri jiwa dengan air batin tiada tara. Kang Mamat biasa mangkal dengan kendaraan becak klasiknya, bukan becak motor seperti yang kini meramaikan modernisasi alat transportasi. Di Surabaya bagian Tenggara, Kang Mamat berjelajah memberikan jasanya yang tidak menentu kelarisannya. Kalau mengikuti fluktuasi rupiah agaklah lumayan, melainkan selaksa jalannya ingus yang naik turun secara tajam. Itulah takdir yang telah menyerta Kang Mamat. Tidak lebih berpenghasilan 20 ribu rupiah sampai pada titik yang sangat nihil untuk ukuran hidup di metropolitan. Uang 50 ribu rupiah merupakan anugrah terbesar apabila dia mendapatkannya di suatu hari yang dikenang.

Demikian jua Cak Jamal yang pedagang keliling sambil membonceng berpuluh roti memasuki lorong-lorong kota di sisi selatan Surabaya. Dia rajin setiap pagi menyapa pelanggan seusai menjalankan shalat subuh berjamaah di masjid kawasannya. Dia berangkat dengan niat mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga dengan anak yang sekolah berjumlah lebih dari tiga. Kang Mamat kondisinya seperhaluan. Keuntungan menjajakan roti mengikuti derasnya keringat, mengingat dia berjualan bukan mengendarai sepeda motor melainkan bersepeda pancal. Keringat dan desah nafas perjuangannya sangatlah kentara.

Orang-orang ini memberikan kesadaran bertauhid yang menghujam kepada saya. Dia baru saja datang menginjakkan kaki dan hatinya sambil merabakan tangannya kepada atmosfer iman di kampung halaman. Keduanya bercerita melalui angin dan kiriman awan untuk selanjutnya membungkus saya punya ruhani untuk sudi mendengarkan mengenai apa yang dipetiknya dari Jakarta. Oalah … Kang Mamat dan Cak Jamal yang beberapa hari ini memang tidak melintasi ruang pelanggannya ternyata berangkat ke Monas. Tepatnya ikut acara Reuni Akbar 212 yang “diboikot” oleh sebagian besar TV maupun media lainnya yang telah bergerak menjadi “agen partisan”. Media mereka hanya menyuarakan kepentingan pemegang saham dan kaum yang bersimpuh dengan agendanya sendiri, yaitu membopong “juragan demokrasi pura-pura”.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video