Hadiri Haul Ke-7 di Tebuireng, Tiga Sahabat Sampaikan Testimoni Tentang Gus Dur
Minggu, 08 Januari 2017 15:42 WIB
JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Tiga pembicara yang juga sahabat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hadir dalam puncak Peringatan Wafatnya (Haul) ke-7 Presiden Keempat RI itu di Kompleks Maqbaroh Pesantren Tebuireng, Sabtu (7/1) malam. Ketiganya adalah Anregurutta KH Sanusi Baco teman karib Gus Dur semasa belajar di Universitas Al-Azhar Mesir, Abdullah Syarwani mantan Duta Besar Indonesia untuk Lebanon, dan Habib Chirzin cendekiawan muslim.
Dalam kesempatan tersebut, ketiga sahabat Gus Dur itu saling bercerita (curhat) sosok putra KH Wahid Hasyim itu secara bergantian di atas panggung. Pertama, panitia mempersilahkan Habib Chirzin untuk memberikan pemaparan.
BACA JUGA:
Khofifah Kader Ideologis Gus Dur, Loyalitas tanpa Batas
Shinta Nuriyah Wahid Sahur Bersama Lansia dan Anak di Pare
Luhut Usir Pengeritik Pemerintah dari Indonesia, Waketum MUI: Luhut yang Harus Diusir
Ucapkan Selamat Tahun Baru Imlek, Gubernur Khofifah Ingatkan Jasa Gus Dur
Bagi Habib, Gus Dur merupakan sosok yang merawat dan meruwat dasar-dasar pemikiran Soekarno dan KH. Hasyim Asy’ari tentang keislaman dan keindonesiaan.
“Saya tidak membayangkan Indonesia yang ada sekarang ini, dalam keharmonisan antar umat beragama, antara islam dan keindonesiaan tanpa sentuhan, rawatan dan ruwetan yang dilakukan Gus Dur,” ujarnya.
“Masa depan Indonesia tidak bisa lepas dari kepemimpinan Gus Dur dan Tebuireng. Di antara mantan presiden Indonesia yang diingat dan dikenal dunia hanyalah Gus Dur,” tandasnya.
Petikan kisah-kisah Gus Dur lainnya juga dipaparkan Abdullah Syarwani yang tak lain salah satu sahabat Gus Dur. Dalam kesempatan itu, Syarwani menyampaikan bahwa Gus Dur merupakan tokoh yang memiliki kepribadian kuat serta peduli terhadap pengembangan pendidikan.
Syarwani lantas memaparkan kisahnya saat dicurhati Gus Dur ketika dirinya masih menjadi santri di Pondok Tebuireng Jombang. Ketika itu, Gus Dur bercerita kepada Syarwani bahwa dimarahi KH Wahid Hasyim (ayah Gus Dur) karena memasukkan kotoran ke dalam kamar mandi. Hingga akhirnya kamar mandi itu najis. Akibatnya, Gus Dur dihukum menguras kemudian mengisi kembali kamar mandi dengan menimba di sumur. Padahal, kamar mandinya berukuran besar.
“Hukuman itu dijalani Gus Dur dengan penuh tanggungjawab. Dia tidak malu mengakui kesalahan yang sudah dilakukannya. Baginya, hal itu merupakan bagian dari prinsip,” kata Syarwani.
Terkait pemikiran Gus Dur tentang pendidikan yang berkemajuan, Syarwani menerangkan bahwa Gus Dur pernah menulis pengantar sebuah buku yang dalam terjemahan bahasa Indonesia berjudul "Pendidikan Untuk Mengentaskan Anak Didik yang Tertindas Sistem Pendidikan". Buku ini mengulas tentang karakter anak didik yang harus dikembangkan secara mandiri.
“Pendidikan karakter yang saat ini mulai diperbincangkan sebenarnya sudah menjadi pemikiran Gus Dur sejak 34 tahun yang lalu. Bagi Gus Dur, pendidikan karakter dan pembebasan cara berpikir penting diajarkan kepada anak didik,” beber Syarwani.
Penjelasan penuh kharismatik dalam acara tersebut juga disampaikan Anregurutta KH. Sanusi Baco. Bagi Sanusi yang merupakan sahabat Gus Dur saat menjalani pendidikan di Universitas Al-Azhar Mesir ini menyatakan bahwa mantan Ketua PBNU itu sosok orang besar yang tidak membesarkan diri sendiri.
Simak berita selengkapnya ...