Haul ke-13, Gus Dur Didapuk Jadi Pahlawan Rakyat
Editor: M. Aulia Rahman
Wartawan: Aan Amrulloh
Minggu, 18 Desember 2022 20:32 WIB
JOMBANG, BANGSAONLINE.com - PWI Jombang menggelar syukuran dan doa bersama dalam rangka memperingati 13 tahun meninggalnya Gus Dur (sapaan akrab Presiden Indonesia ke-4, K.H. Abdurrahman Wahid), Minggu (18/12/2022). Kegiatan yang biasa disebut Haul Gus Dur ini berlangsung di Kantor PWI Jombang.
Dalam acara tersebut PWI Jombang, menggandeng Forum Komunikasi Masyarakat Jombang (FKMJ). Turut hadir pula paguyuban tukang becak, Ikatan Penyandang Cacat (IPC), pengurus Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Jombang, Indonesia Tiong Hoa (INTI), serta Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI).
BACA JUGA:
Tuntut Janji Bupati dan Wakilnya, Demo Mahasiswa Cipayung di Jombang Ricuh
Akui Kesalahan, Ketua FKDM Jombang Minta Maaf ke PKB
Jumat Curhat, Wakapolres Jombang Ajak Warga Jaga Kamtibmas saat Ramadhan
Dukung Program GWI, Gubernur Khofifah: Turunkan Kemiskinan dan Persempit Ketimpangan Sosial
Selain itu juga hadir anggota Pemuda Lintas Etnis (PLE), sejumlah pendeta dari beberapa gereja, serta romo dari perwakilan Katolik. Kegiatan yang dihadiri puluhan orang ini sepakat mengukuhkan Gus Dur sebagai Pahlawan Rakyat, dan meminta Pemkab Jombang untuk menetapkan Desember sebagai Bulan Gus Dur.
Acara dimulai dengan doa bersama untuk mendiang Gus Dur, kemudian setiap perwakilan menyampaikan testimoni sosok Presiden Indonesia ke-4 ini. Testimoni pertama disampaikan oleh Pegiat Wayang Potehi Gudo Jombang, Toni Harsono.
"Sosok Gus Dur adalah orang yang paling berjasa bagi umat Khonghucu dan etnis Tiong Hoa. Selama orde baru, warga Tiong Hoa dibatasi dalam bereskpresi. Perayaan Imlek dilarang. Seni budaya dari China adalah tak boleh ditampilkan di muka umum," ujarnya.
"Orde Baru tumbang, Gus Dur naik menjadi presiden. Saat itulah Gus Dur menjadi dewa penolong bagi kaum minoritas ini. Pria asal pesantren Tebuireng Jombang ini mencabut Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang larangan perayaan Tahun Baru Imlek di tempat-tempat umum di Indonesia," paparnya menambahkan.
Pada tahun 2000, kata Toni, Gus Dur mencabut Inpres tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 6 tahun 2000 tentang pencabutan Inpres Nomor 14 tahun 1967. Regulasi ini menjadi awal bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia mendapatkan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, serta adat istiadat mereka, termasuk upacara keagamaan seperti Imlek secara terbuka.
"Itulah angin segar bagi kaum Tionghoa. Tono Harsono sendiri akhirnya bisa mengembangkan wayang Potehi. Bahkan saat ini budaya tersebut sudah berkibar di tingkat nasional. Toni pentas di berbagai tempat. "Sekarang bahkan sudah internasional. Wayang Potehi sudah pentas di Belanda. Kalau tidak ada Gus Dur, orang tidak akan mengenal wayang potehi. Jasa beliau sangat besar terhadap umat Khonghucu," ungkapnya.
Simak berita selengkapnya ...