Tafsir Al-Kahfi 86-88: Blusukan Raja Dzu Al-Qarnain | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Kahfi 86-88: Blusukan Raja Dzu Al-Qarnain

Editor: Redaksi
Kamis, 13 Oktober 2022 13:44 WIB

Ilustrasi.

Ka’b, sang pakar kitab samawi klasik ditanya tentang kata ini, bagaimana kitab al-Taurah berbicara tentang kisah ini? Ka’b al-Ahbar menjawab: “saya memahami itu adalah daerah bertanah liat yang legit dan menghitam”. Jika tafsiran-tafsiran di atas dirangkum dan diaktualkan sesuai kondisi sekarang, terbacalah bahwa daerah itu – mungkin – punya kandungan minyak yang sangat tinggi.

Apapun pemahaman kita, yang tidak benar adalah memahami kalimah tersebut (maghrib al-syams) secara harfiyah, text book, yakni kunjungan sampai ke tempat matahari terbenam secara persis dan fisis. Sebab kita tidak bisa ke sana dan tidak mungkin bisa ke sana.

Selanjutnya al-Qur’an membicarakan identitas penduduknya yang diilustrasikan sebagai masyarakat heterogin dan menengah. Ada yang shalih dan berbudi pekerti tinggi dan ada yang durhaka dan hobi berbuat onar. Terbaca ada banyak kerusuhan dan tindak pidana di daerah itu, tapi tidak ada supremasi hukum yang tegak dan mampu mengatasi. Maka kehadiran di daerah itu sungguh anugerah bagi masyarakat setempat, tepat, dan sangat diperlukan.

Dalam pertemuan bersama para tokoh, muncullah permohonan masyarakat agar Dzu al-Qarnain menyelesaikan secara hukum setiap perbuatan manusia sesuai aturan yang berlaku di wilayah kekuasaan sang raja. Di hukum atau diberi penghargaan.

Kunjungan pertama ini seperti kunjungan presiden ke daerah terpencil yang mana aturan-aturan di daerah tersebut bobrok dan tidak berlaku. Penguasanya zalim, kerusuhan terjadi di mana-mana, dan tidak ada yang mampu bertindak tegas. Lalu presiden turun sendiri bersama para menteri untuk meninjau dan melakukan perbaikan.

Keputusan seperti ini: Pertama, mereka yang terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai berbuat zalim dan melakukan tindak pidana, maka segera dihukum sesuai aturan. Perkara di akhirat nanti, terserah Tuhan, mungkin saja akan disiksa lebih parah.

amma man dzalam fa sauf nu’adz-dzibuh …” (87). Sedangkan mereka yang beriman dan berbuat kebajikan akan diberi penghargaan luar biasa dan segala urusan kehidupan dipermudah (88).

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa raja menerima laporan buruk dan dan laporan baik. Selanjutnya dia menyelasaikan laporan buruk lebih dahulu dengan mengambil keputusan adil, tegas, dan tuntas. Mereka dihukum tanpa ampun, tanpa pandang bulu, dan tanda-tunda. Baru menyikapi mereka yang berbuat baik, dihargai dan didorong agar lebih baik lagi.

Itu artinya, adalah pemimpin yang cerdas dan berlaku benar, sesuai arahan agama yang tertera pada akidah fiqhiyah, di mana pencegahan lebih diutamakan ketimbang perbaikan, “dar’ al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-mashalih”. Dengan membuntu semua kenegatifan, maka peluang hal-hal baik lebih terbuka dan mudah. Petani yang cerdas mendahulukan pembasmian hama ketimbang memupuk tanaman.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.  

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video