Tak Pernah Punya Tempat Kost, Kiai Miliarder ini Tidur di Mushalla saat Mahasiswa | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tak Pernah Punya Tempat Kost, Kiai Miliarder ini Tidur di Mushalla saat Mahasiswa

Editor: MMA
Selasa, 27 September 2022 21:13 WIB

Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, didampingi dua syaikh dari Sudan, yaitu Syaih Al Dhaw dan Syaikh As Shodiq, saat menjadi pembicara dalam Studium Generale “Bahasa Arab & Kecemerlangan Prospek” yang digelar Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Selasa (27/9/2022). Tampak juga moderator, Shodiqin (paling kanan). Foto: MMA/ BANGSAONLINE.com

Ia kemudian datang ke Kiai Mujib, tempat ia mondok. Ia minta ijazah. “Saya disuruh buat ijazah sendiri. Karena saya dulu pernah jadi pengurus pondok,” katanya.

Lalu nilai ijazahnya? “Juga disuruh buat sendiri. Nilainya saya buat 9 semua. Kalau 10 kan nggak enak,” kata Kiai Asep yang disambut tawa peserta.

(Para mahasiswa-mahasiswi jurusan bahasa dan sastra Arab yang ikut Studium Generale di Auditorium FISIP , Selasa (27/9/2022). Foto: mma/bangsaonline.com) 

Kiai Asep juga mengaku tak punya uang untuk mendaftar sebagai mahasiswa. Saat itu uang pendaftaran mahasiswa di IAIN Sunan Ampel Rp 6.000,-

“Saya jadi kuli bangunan selama dua bulan,” katanya. “Sehari bayarannya Rp 225. Tiap hari saya tabung Rp 100. Jadi dua bulan Rp 6.000. Itulah uang yang saya buat daftar. Untuk makan saya gak mikir. Bulan depan mau bayar pakai apa saya juga gak mikir,” katanya sembari mengatakan bahwa sisa upah kuli bangunan itu dibuat makan dan ongkos bemo.

Ia mengaku kuliah di Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya pada 1975. “Fakultas Adab ini memberi jalan kepada saya untuk belajar,” kata Kiai Asep.

Kiai Asep juga menjawab pertanyaan seorang mahasiswa tentang bahasa Arab Fushah (formal) dan Amiyah (informal atau pasaran-Red). Menurut Kiai Asep, kita harus mendahulukan bahasa Arab fushah.

“Dahulukan bahasa fushah. Jadikan bahasa Amiyah sebagai kekayaan,” jawab pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu. .

Menurut dia, kalau kita bicara dalam forum akademis pasti kita pakai bahasa Fushah. “Saya kalau berbicara dengan ulama di Makah pakai bahasa Fushah sehingga mereka menghargai kita,” katanya.

“Tapi kalau kita jadi pembimbing haji kita harus paham bahasa Amiyah,” katanya. Karena di Makkah dan Madinah dalam seharihari orang-orang pakai bahasa Amiyah. “Kalau kita tak paham bahasa Amiyah, nanti jemaah kita bilang, katanya pintar bahasa Arab kok gak ngerti,” katanya.

Sebelumnya, Kiai Asep minta M Mas’ud Adnan, penulis buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan untuk ikut berbicara. Buku itu bercerita tentang kiprah dan perjuangan Kiai Asep, baik sebagai pendiri Pondok Pesanten Amanatul Ummah maupun sebagai ulama yang kaya raya tapi dermawan.

Menurut Mas’ud Adnan, Kiai Asep telah menciptakan paradigma baru dalam dunia kekiaian. “Biasanya kalau kita sowan kiai atau dalam bahasa Madura acabis, kita yang menyalami amplop pada kiai. Itu bagus karena kita memang tabarrukan,” kata Mas’ud Adnan.

Tapi, tegas Mas’ud, kalau kita sowan Kiai Asep justru kita yang diberi sarung dan amplop berisi uang.

Begitu juga dalam pilpres dan pilgub. “Dalam pilgub dan pilpres biasanya tim suksesnya yang sukses duluan,” kata Mas’ud Adnan yang disambut tawa peserta.

Tapi Kiai Asep terbalik. Saat Kiai Asep jadi tim sukses Pilpres dan Pilgub justru Kiai Asep yang mengeluarkan biaya, baik untuk Pilgub maupun pilpres. “Tapi ketika cagub dan capres yang didukung menang, Kiai Asep tak mau diberi bantuan,” tambahnya.

Mas’ud Adnan juga mengungkapkan bahwa Kiai Asep adalah putra KH Abdul Chalim, ulama besar yang juga pendiri Nadlatul Ulama. “Kiai Abdul Chalim itu teman akrab Kiai Wahab Hasbullah saat sama-sama mondok di Makkah,” tutur Mas’ud Adnan.

Saat pulang ke Indonesia, di bawah mentor Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, Kiai Abdul Wahab dan Kiai Abdul Chalim mendirikan NU.

“Yang ngantar surat untuk mengundang para ulama se Jawa dan Madura dalam pembentukan Komite Hijaz itu Kiai Abdul Chalim. Karena itu dalam dokumen kepengurusan PBNU pertama, Kiai Abdul Chalim tercatat sebagai Katib Tsani. Sedang Kiai Wahab Hasbullah Katib Awal yang dalam istilah sekarang Katib Am Syuriah PBNU. Rais Akbarnya Hadratussyakh Kiai Haji Hasyim Asy’ari dan Ketua Tanfidizahnya Haji Hasan Gipo,” jelas alumnus Pesantren Tebuireng Jombang dan Pascasarjana Universitas Airlangga itu.

Saat jadi narasumber, Kiai Asep didampingi dua syaikh dari Sudan, yaitu Syaikh Al-Dhaw dan Syaikh As-Shodiq,

Selain Kiai Asep juga tampil sebagai pembicara Dr Masrur Huda, Direktur Pascasarjana Unsuri. Studium Generale yang dimoderatori Sodiqin itu berlangsung sekitar 3 jam. Mulai pukul 8.30 hingga pukul 11.30 WIB.

Dalam acara yang dibuka Dr Mohammad Kurjum M.Ag, Dekan itu juga dihadiri Prof Dr KH Imam Ghazali Said, MA, dosen UINSA yang dikenal sebagai pengasuh rubrik Tanya Jawab Islam di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com. (MMA)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video