Tiga Profesor di Pontianak Bahas Buku Kiai Asep, Indonesia Harus Jadi Pemberi Beasiswa | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tiga Profesor di Pontianak Bahas Buku Kiai Asep, Indonesia Harus Jadi Pemberi Beasiswa

Editor: MMA
Rabu, 21 September 2022 13:14 WIB

Para nara sumber saat bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas'ud Adnan di Hotel Gajah Mada Pontianak, Kalimantan Barat, Ahad (18/9/2022) malam. Foto: bangsaonline.com

PONTIANAK, BANGSAONLINE.com – Tiga guru besar atau profesor membahas buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan di Hotel Gajah Mada, Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Ahad (18/9/2022) malam. Mereka adalah Prof Dr H Wajidi Sayadi, M.Ag (dosen Tafsir Hadits IAIN Pontianak), Prof Dr Ibrahim, MA (Ketua Lembaga Ta’lif Wan-Nasr Nahdlatul Ulama atau LTNU) dan Prof Dr H Zainuddin H Prasodjo, MA yang juga dosen IAIN Pontianak.

Bedah buku yang dimoderatori Jasmin Haris, SPd, MPd, Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Kalbar itu menghadirkan langsung Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, yang menjadi sentral pembahasan.

Kiai Asep hadir bersama M Mas’ud Adnan, penulis buku dan Dr Eng Fadly Usman, Wakil Rektor Institut Pesantren KH Abdul Chalim (IKHAC) Pacet Mojokerto Jawa Timur.

Hadir juga Aisten III Gubernur Kalbar, Drs Alpian, MM, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Syahrul Yadi, Wakil Bupati Bengkayang, Syamsul Rizal, perwakian Pangdam Tpr, Polda Kalimantan Barat, PCNU dan pengurus Pergunu Kota Pontianak, Kubu Raya dan Kota Singkawang.

Dr Fadly Usman yang terlibat sejak awal Kiai Asep mendirikan pesantren bercerita bahwa apa yang ditulis dalam buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan itu baru koma, belum titik atau belum selesai. “Masih banyak dan panjang apa yang dikerjakan dan diperjuangkan Pak Yai Asep,” kata Fadly Usman dalam acara bedah buku yang berlangsung hingga pukul 11 malam lebih itu.

Sementara Prof Wajidi Sayadi menilai, buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan ini sangat inspiratif. Prof Wajidi semula mengaku hanya melihat daftar isi dan bab-bab buku itu. Tapi karena sangat menarik ia mengaku terhanyut membaca terus.

“Karena bahasanya nyaman dan yang ditulis tokoh punya aura sehingga orang yang membacanya langsung bisa menyerap. Terima kasih Pak Haji,” kata Prof Wajidi Sayadi kepada Mas’ud Adnan sebagai penulis buku tersebut.

Prof Wajidi juga membahas tentang kerdemawanan Kiai Asep. Menurut dia, sikap dermawan Kiai Asep sangat mulia karena sesuai dengan Hadits yang artinya: tangan di atas (memberi) lebih mulia ketimbang tangan di bawah (meminta).

“Buku ini memotivasi untuk mandiri dan menjadi pribadi yang tangguh,” katanya.

Prof Wajidi juga menegaskan bahwa buku ini menarik bukan saja karena memuat tentang keteladanan dan kedermawanan Kiai Asep. Tapi juga memberikan humor edukatif dan memberikan semangat. Ia menunjuk contoh tulisan halaman 116 yang berjudul Cinta Tragis, Ditolak Tiga Gadis.

Halaman tersebut menceritakan tentang Kiai Asep melamar tiga gadis. Semula orang tua tiga gadis itu menerima lamaran Kiai Asep. Tapi beberapa bulan kemudian mereka mengembalikan lamaran tersebut lantaran Kiai Asep miskin dan dianggap tak punya masa depan. Tapi Kiai Asep tak putus asa.

“Ini memberi semangat agar kita tak putus asa,” katanya.

Prof Ibrahim juga merespon positif buku ini. Menurut dia, buku yang ditulis Mas’ud Adnan ini telah mengubah paradigma masyarakat tentang pesantren.

“Buku ini sudah menjawab bahwa pesantren tidak terbelakang seperti dikesankan orang selama ini,” kata Prof Ibrahim sembari mengatakan bahwa Kiai Asep adalah ulama visioner.

Prof Zainuddin H Prasodjo juga berpendapat sama. Menurut dia, Kiai Asep memang ulama luar biasa. Bahkan tidak hanya dermawan tapi juga memikirkan generasi bangsa. Buktinya, ia banyak memberikan beasiswa.

Bagaimana tanggapan Kiai Asep? Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokoerto itu mengakui memang banyak memberikan beasiswa.

“Saya sudah memberikan 3.000 beasiswa,” kata Kiai Asep. Beasiswa itu diberikan kepada para kader NU dan para mahasiswa dari luar negeri. Setidaknya 12 negara telah mendapat beasiswa dari Kiai Asep. Antara lain Thailand, Afghanistan, Vietnam, Malaysia, Sudan, dan negara-negara lain.

“Indonesia jangan hanya jadi negara pencari beasiswa tapi harus menjadi negara ,” tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu dengan nada tinggi.

Kiai Asep kini sedang mengurus akreditasi untuk lembaga pendidikan yang diimpikan. Yaitu universitas internasional yang diproyeksikan menjadi kiblat kebudayaan dan Islam dunia.

Sedang M Mas’ud Adnan mengungkapkan bahwa kita tak bisa hanya melihat figur Kiai Asep sekarang. Tapi harus dilihat proses perjuangannya sejak kecil. “Waktu remaja Kiai Asep sangat miskin,” kata Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com.

Sedemikian miskinnya sampai untuk makan saja tak punya. “Kiai Asep terpaksa drop out atau keluar dari sekolah SMA karena tak ada yang membiayai. Abahnya, Kiai Abdul Halim, wafat waktu Kiai Asep kelas 2 SMA,” kata Mas’ud Adnan.

Saat itu, tutur Mas’ud, Kiai Asep masih mondok di pesantren di Sidoarjo. “Untuk makan saja susah. Kiai Asep makan sisa-sisa makanan santri. Saat tengah malam beliau mencari kendil atau tempat menanak nasi di dapur pesantren, mencari sisa-sisa nasi yang dibuang oleh para santri,” ungkap Mas’ud Adnan yang banyak menulis tentang Gus Dur, NU, dan politik nasional di berbagai media.

Padahal, tutur Mas’ud Adnan, Kiai Asep putra ulama besar, KH Abdul Chalim. “Bahkan tokoh pers Pak Dahlan Iskan yang juga mantan menteri BUMN menyebut Kiai Asep sebagai Kiai Besar bin Kiai Besar yang selalu Berpikiran Besar. Karena Kiai Asep memang putra pendiri NU, Kiai Abdul Chalim,” kata Mas’ud Adnan yang alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair itu.

Menurut Mas’ud Adnan, tampaknya jiwa penolong dan sikap sederhana Kiai Asep mengalir dari Kiai Abdul Chalim. “Kiai Abdul Chalim itu pernah menjadi anggota MPR RI. Tapi kalau sidang MPR, Kiai Abdul Chalim tak mau tidur di hotel tapi memilih tidur di musholla. Saking sederhananya. Apa sekarang ada anggota DPR atau MPR yang mau tidur di musholla,” kata Mas’ud Adnan.

Kepala Kemenag Provinsi Kalimantan Barat, Syahrul Yadi, yang hadir pada acara itu mengaku terperanjat menyaksikan kisah dan figur Kiai Asep.

“Saya seolah ada di alam lain,” kata takjub saat sesi tanya jawab.

Ia kemudian bertanya, apakah Kiai Asep dermawan sejak miskin atau setelah kaya?

“Alhamdulillha saya loman (dermawan) sejak masih tak punya,” jawab Kiai Asep.

Kiai Asep lalu bercerita ketika masih jadi guru swasta. Saat itu ia mengajar di Lamonngan. Ia masih miskin. Tapi sudah memikirkan dan membantu orang lain. Ia tak bisa hidup monoton tanpa komitmen sosial.

“Masak hidup harus monoton seperti ini,” pikirnya saat itu.

Ia kemudian mencari anak-anak pintar tapi secara ekonomi tak mampu.

“Saya kuliahkan. Ada yang di kedokteran,” tutur Kiai Asep.

Ternyata tak semua merespon positif. Ada yang mencibir. “Ada yang bilang dirinya masih compang-camping kok mikir orang lain,” tuturnya.

Tapi Kiai Asep tak peduli. Anak-anak yang dikuliahkan itu akhirnya sukses semua. Tentu Kiai Asep sangat senang.

Suatu ketika, Kiai Asep, mengkhitankan anaknya. Ia mengundang para sarjana yang sudah dikuliahkan itu. Ternyata tak ada satu pun yang datang. Ia pun sedih. Mereka tak tahu terima kasih.

Kiai Asep pun datang kepada seorang kiai. Ia mengeluh. “Apa memang seperti ini nasib orang yang menolong orang,” keluh Kiai Asep ke kiai itu.

Sang kiai tersenyum. “Gus, apa sampean baru tahu. Qurannya kan sudah jelas. Waqolilun min ibabadiyas syakuur. Sangat sedkit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur,” kata sang kiai itu kepada Kiai Asep mengutip Al-Quran Surat Saba ayat 13.

Sang kiai itu juga menasehati agar dalam membantu orang lain jangan berharap bantuan balik pada orang yang dibantu. Tapi berharaplah bantuan dari Allah SWT.

Sejak itu Kiai Asep mengaku mengubah orientasinya dalam menolong orang. “Saya tak pernah lagi berharap bantuan dari orang yang saya bantu. Saya berharap bantuan hanya kepada Allah. Dan ternyata bantuan Allah jauh lebih besar,” katanya. 

Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan ini sudah dibedah di berbagai tempat. Antara lain di ITB Stikom Denpasar Bali, Gedung Dewan Pers Jakarta, Pesantren Tahfidz Maros Sulawesi Selatan, Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon Jawa Barat, Pesantren Amanatul Ummah 02 Leuwimunding Majalengka Jawa Barat, Universitas Trunojo Madura (UTM), Pesantren Ibnu Kholdun Al Hasyimi Situbondo, Pendopo Bupati Bondowoso, Kongres III Pergunu di Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, dan kini di Hotel Garuda Pontianak Kalimantan Barat yang diselenggarakan oleh Pergunu Kalbar. 

"Masih sangat banyak perguruan tinggi, pesantren dan lembaga pemerintah yang antre untuk bedah buku ini," kata M Mas'ud Adnan. (MMA)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video