Benci Pemerintah dan Pajak, Kehidupan Individual: Inilah Awal Mula Kehebatan Amerika | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Benci Pemerintah dan Pajak, Kehidupan Individual: Inilah Awal Mula Kehebatan Amerika

Editor: MMA
Selasa, 31 Mei 2022 11:26 WIB

Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com (AS) kini tampaknya disibukkan dengan penembakan dan pembunuhan massal. Presiden Bidden sibuk melayat ke sana ke mari.

Benarkah akibat kebijakan pemerintah yang membebaskan rakyatnya memiliki senjata api?

Silakan baca tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com hari ini, Selasa 31 Mei 2022. Selamat membaca:

COBALAH sesekali kita pahami jalan pikiran orang yang tidak setuju dengan kita. Misalnya soal kepemilikan senjata itu.

"Kalau kepemilikan senjata dilarang, jumlah korban mati di tangan perampok akan lebih banyak," ujar Ted Cruz, anggota DPR Partai Republik dari Texas.

Dengan memiliki senjata maka orang yang jadi sasaran rampok bisa membela diri. Mereka juga tidak mudah merampok karena tahu kita pasti punya senjata untuk melawan.

Maka orang seperti Presiden Donald Trump tetap kukuh membela hak warga memiliki senjata. "Sudah waktunya sekolah yang berubah. Guru harus dipersenjatai," ujar Trump di acara Kongres Asosiasi Pemilik Senjata (NRA) di Texas dua hari lalu.

Trump juga memberikan jalan keluar lain: pintu-pintu sekolah harus lebih kuat. Juga jendelanya. Dan pagar yang mengelilingi sekolah harus disesuaikan. Harus lebih kukuh. Agar tidak terjadi lagi orang bersenjata bisa masuk kompleks sekolah. "Juga harus pakai teknologi modern untuk mengamankan sekolah," ujar Trump.

Awal mula kehebatan Amerika memang dari kehidupan individual penduduknya. Terutama yang kulit putih. Mereka bekerja keras. Sendiri. Bersama istri dan anak. Tidak ada yang membantu. Tidak juga pemerintah - -mereka yang hanya mencampuri urusan pribadi. Karena itu mereka juga .

Mereka harus mati-matian melindungi hasil kerja kerasnya itu. Sendirian. Mereka tidak rela hasil kerja keras itu dirampok orang begitu saja. Baik sesama kulit putih atau oleh ras lain. Mereka jaga kekayaan mereka dengan taruhan nyawa. Tanpa mengandalkan bantuan pemerintah. Atau polisi.

Mereka harus punya senjata. Suami punya satu pistol. Istri juga. Lalu suami punya lagi senjata laras panjang. Itulah peralatan standar rumah tangga mereka. Ibarat punya piring dan sendok. Seperti itu juga di rumah teman-teman saya di sana. Ditunjukkanlah kepada saya di mana menyimpan pistol. Di mana letak senjata laras panjang. Saya pernah juga diminta mencobanya. Di halaman belakang.

Di Kongres NRA itu juga dinyatakan bahwa tidak satu pun anggota NRA yang pernah terlibat penembakan masal seperti yang baru terjadi di kota kecil Uvalde, bagian barat daya Texas.

"Kami bukan teroris. Tangan kami tidak berlumur darah. Kami taat hukum Amerika. Kami hanya ingin menjaga diri dan keluarga kami. Kami bangga jadi anggota NRA," bunyi publikasi resmi di NRA.

Berarti masyarakat Amerika tetap terbelah. Presiden Joe Biden yang kemarin ke Uvalde diteriaki sebagian masyarakat di sana. "Lakukanlah sesuatu agar tidak terjadi lagi peristiwa seperti ini," teriak mereka seperti dilaporkan media di sana. "I will do," balas Biden.

Apa maksud I will do kita tahu. Tapi bagaimana merealisasikannya itulah persoalan besarnya.

Sepuluh hari lalu Biden juga ''melayat'' ke korban penembakan masal di Buffalo, bagian paling utara Amerika. Dan kini melayat serupa di bagian paling selatan negara itu. Bahkan di saat Biden ke Uvalde ini pun ada penembakan lainnya di Alabama.

Bisa jadi pekerjaan utama Biden nanti hanya melayat seperti itu. Dari utara ke selatan. Dari timur ke barat.

Tentu ada yang selalu bisa disalahkan. Dalam kasus Uvalde, yang diincar adalah Pedro ”Pete” Arredondo. Umurnya 50 tahun. Ia adalah kepala polisi sekolah distrik Uvalde. Pete dianggap terlalu lambat mengambil keputusan. Kelak akan diungkap berapa dari 19 siswa yang tewas itu bisa selamat. Kalau saja Pete tidak lelet. Siapa tahu di antara 19 itu sebenarnya ada yang belum meninggal. Ia hanya terluka. Tapi terlalu lama tergeletak di lantai. Sekitar 1 jam. Sampai mati kehabisan darah.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video