Luhut di Balik Penundaan Pemilu: Jokowi Bakal Melawan Mega? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Luhut di Balik Penundaan Pemilu: Jokowi Bakal Melawan Mega?

Editor: MMA
Minggu, 13 Maret 2022 20:16 WIB

Presiden Joko Widodo bersama Megawati Soekarnoputri dalam acara PDIP. Foto: kompas.com

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Manuver politik kekuasaan Luhut Binsar Pandjaitan makin berani menyerempet konsitusi yang seharusnya dijunjung tinggi dan dijaga bersama. Pria berusia 74 tahun itu diduga menyetting untuk perpanjangan masa jabatan presiden. Akankah Presiden Jokowi tunduk pada Luhut dan berani menentang Megawati Soekarnoputri?

Simak rangkuman wartawan BANGSAONLINE.com, M Mas'ud Adnan, yang disadur dari berbagai sumber. Selamat membaca:

HAMPIR semua media - baik cetak, digital maupun elektronik - menyebut bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan diduga berada dibalik skenario . Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang menyuarakan kali pertama tak lebih sebagai “wayang” yang digerakkan dalang.

Begitu juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Bahkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang kursinya perkasa di parlemen juga tak lebih sebagai “pion” atau “bidak”.

Ini memang ironis. Partai Golkar yang sebelumnya selalu menjadi inisiator politik nasional, ternyata dibawah kepemimpinan Airlangga Hartarto, justru menjadi pengekor para elit politik, terutama Luhut.

Lebih ironis lagi, Tempo melaporkan bahwa Airlangga Hartanto sempat diancam akan dicopot dari posisinya sebagai Menko Perekonomian RI. Ini berarti Partai Golkar sudah tak bertaring seperti pada kepemimpinan para ketua umum sebelumnya.

Tapi benarkah para ketum parpol itu tersandera? Inilah yang menarik. Muncul spekulasi bahwa tiga ketum parpol (Cak Imin, Zulkifli dan Airlangga) mudah tunduk dan bertekuk lutut karena diduga tersandera kasus dugaan korupsi. Terutama Cak Imin dan Zulkifli. Dua ketum parpol itu pernah dipanggil KPK. Bahkan tidak hanya sekali. Tapi beberapa kali. Sampai kini masih ada dem-demo yang mendesak agar KPK melanjutkan kasusnya.

Tapi Jodi Mahardi membantah. Juru bicara Luhut itu mengatakan Luhut tak menekan para ketua umum parpol.

(Luhut Binsar Panjaitan. Foto: Tempo)

"Kalau untuk orkestrasi ya enggga lah. Masa sih Pak Luhut bisa tekan-tekan partai politik,” bantah Jodi Mahardi kepada wartawan, Sabtu (5/3/2022).

Meski demikian ia mengakui bahwa Luhut memang bertemu para ketua umum parpol. Menurut dia, dalam pertemuan itu hanya bicara masalah kebangsaan. Tapi – kata Jodi – Luhut memang mengutarakan pandangannya bahwa ia sangat mengagumi kepemimpinan Presiden Jokowi. Jodi menganggap itu wajar.

Nah, tampaknya “kekaguman” Luhut itu yang kemudian dikemas menjadi alasan penundaan Pemilu. Maka pimpinan parpol koalisi yang sudah tak berkutik secara hukum dan politik langsung “koor” menyanyikan lagu “setuju”.

Padahal mereka sendiri punya ambisi besar mencalonkan diri sebagai presiden. Kecuali Zulkifli Hasan - yang kabarnya diiming-imingi masuk kabinet tapi hingga sekarang belum ada realisasinya - para ketua umum parpol itu banyak memasang baliho dan menggerakkan para kader partainya untuk menggalang dukungan sebagai capres.

Yang paling menyolok tentu Cak Imin. Ia menggerakkan para kader PKB di Jawa Timur untuk deklarasi dukungan pada dirinya sebagai capres. Bahkan, meski hingga sekarang elektabiltasnya tak beranjak dari nomor sepatu, tapi Cak Imin terus mengklaim bahwa dirinya diminta jadi capres oleh kiai.

Demi elektabilitas itu juga, Cak Imin beberapa kali mengganti namanya. Pernah memperkenalkan diri sebagai Gus AMI, kini berganti lagi menyosialisasikan diri sebagai Gus Muhaimin.

Airlangga Hartarto juga begitu. Ia banyak memasang baliho di beberapa titik strategis di Jawa Timur. Tak tanggung-tanggung. Ia memasang gambar dirinya bersanding dengan Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur. Dibawahnya tertulis: kader Golkar.

Ironisnya, tampak tak da efek apa-apa. Buktinya hasil survei beberapa lembaga survei menunjukkan tingkat elektabilitas para ketum parpol itu – termasuk Airlangga Hartarto - tak beranjak signifikan.

Khofifah memang punya pendukung fanatik. Terutama Muslimat NU. Atau warga NU secara umum. Tapi dukungan itu hanya untuk Khofifah. Bukan untuk Airlangga Hartarto. Artinya, meski Airlangga Hartarto memajang foto bersanding dengan Khofifah, tidak otomatis dapat “barokah” dukungan suara dari pendukung Khofifah. Kecuali mereka menjadi capres-cawapres resmi.

Tapi sudahlah. Itu urusan mereka. Yang menjadi urusan kita - rakyat - adalah manuver politik . Karena pemilu, selain melibatkan semua rakyat, juga terkait langsung dengan konsitutusi yang harus kita junjung tinggi dan jaga bersama.

(A. Muhaimin Iskandar. Foto: CNNIndonesia)

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video