Kiai Pertanyakan Motif Politik di Balik Ahwa, Bikin Rais Syuriah Nganggur di Muktamar NU

Kiai Pertanyakan Motif Politik di Balik Ahwa, Bikin Rais Syuriah Nganggur di Muktamar NU KH Ahmad Mundzir

BangsaOnline - Berbeda dengan Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang penuh kiai kharismatik dan punya muruah atau marwah tinggi, kini sulit mencari figur kiai yang bisa didudukkan dalam Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang. Bahkan kini kiai sudah ”terkontaminasi” sehingga sulit dijamin integritasnya. Tapi kiai sekarang masih merasa seolah posisinya sentral seperti pada tahun 70-an.

Demikian pandangan KH Ahmad Mundzir, Wakil Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tuban dan KH Khoiron Syakur, pengasuh Pondok Pesantren KH A Wahid Hasyim Bangil Pasuruan.

”Para kiai masih merasa seperti kiai jaman dulu yang fatwanya didengar. Padahal sekarang masyarakat sudah berubah,” kata Kiai Khoiron Syakur kepada BangsaOnline.com di sela-sela Halaqah Pengasuh Pondok Pesantren bertema Penguatan Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Pondok Pesantren KHA Wahid Hasyim Bangil Pasuruan Jawa Timur.

Halaqah yang dihadiri para pengasuh pesantren yang kebetulan juga Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziah PCNU ini menghadirkan KHA Hasyim Muzadi dan KH Ir Salahuddin Wahid (Gus Solah) sebagai nara sumber. Tampak para Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziah PCNU Bangil, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, Kraksaan, Gresik, Jember, Ngawi, Tuban, Lumajang dan beberapa daerah lain. Hadir juga Mudir Am Jamaah al-Thariqah al Muktabarah an-Nahdliyah (Jatman) KH Mu’thi Nurhadi dan KH Aziz Masyhuri dari Jombang.

Kiai Ahmad Mundzir menegaskan bahwa kini level kiai itu setara, baik yang posisinya di PCNU, PWNU dan PBNU. “Kiai sekarang (levelnya) kan sama. Tak ada kiai yang seperti dulu lagi,” katanya. Kalau dulu ada kiai selevel KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), KH Mahrus Ali (Lirboyo) dan kiai-kiai kharismatik lain.

Karena itu, menurut Kiai Mundzir, kalau PWNU dan PBNU memaksakan menerapkan sistem pemilihan model Ahwa perlu dipertanyakan motifnya. “Untuk apa sebenarnya,” katanya.

Menurut Kiai Mundzir, sistem pemilihan yang tercantum dalam AD/ART NU hasil Muktamar ke-32 di Makassar dan Muktamar sebelumnya adalah memilih Rais Am dan Ketua Umum PBNU lewat suara Rais Syuriah dan Ketua PCNU dan PWNU sebenarnya sudah memakai Ahwa atau perwakilan.

Lihat juga video 'Mobil Dihadang Petugas, Caketum PBNU Kiai As'ad Ali dan Kiai Asep Jalan Kaki ke Pembukaan Muktamar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO