​Anti Korupsi atau Antri Korupsi? Refleksi 22 Tahun Reformasi

​Anti Korupsi atau Antri Korupsi? Refleksi 22 Tahun Reformasi Penulis di Gedung KPK. foto: ist.

Oleh: Firman Syah Ali

PELAKU SEJARAH.

Hari ini 22 tahun yang lalu, bangsa kita sedang berada di puncak gerakan . Keesokan harinya Presiden Suharto mengumumkan berhenti dari jabatan Presiden RI. Sebagai pelaku sejarah gerakan anti Orde Baru sejak tahun 1990 hingga 1998, saya teringat kembali masa-masa nan telah silam, masa remaja jaya, masa muda penuh idealisme, masa heroik, masa patriotik, penuh semangat dan sedikitpun tidak takut mati.

Guru aksi saya pada tahun 1995-1996 adalah Agung Purwanto (sekarang Dosen Unej), M Nur Purnamasidi (sekarang anggota DPR RI Fraksi Golkar) dan Taufik Al Amin (sekarang Dosen IAIN Kediri). Setelah mereka bertiga meninggalkan kampus tibalah masanya generasi saya memimpin gerakan mahasiswa.

Saya bersama Zainul Munasichin (sekarang Wasekjen DPP PKB), Sudarisman (sekarang pengusaha di Kota Jember), Budi Khordiat (sekarang putus komunikasi), Popon (sekarang putus komunikasi) dan Dwi Rubiyanti Kholifah (sekarang Direktur Asian Muslim Action Network) bahu membahu memimpin aksi. Kesatuan aksi kami bernama Gerakan Mahasiswa Pecinta Rakyat yang disingkat GEMPAR.

Kami merintis aksi dari fakultas ke fakultas dengan jumlah peserta aksi yang sangat sedikit, karena mayoritas mahasiswa hanya menonton dan jarang ada yang mau ikut rombongan kami. Akhir 1996 jumlah rombongan semakin meningkat, awal 1997 kami sudah mulai berani memaksa mahasiswa untuk keluar dari ruangan kuliah dan mengikuti barisan kami.

Orasi saya waktu itu "perkuliahan yang kalian tempuh saat ini hanyalah kursus, kalau ingin tau perkuliahan yang nyata keluarlah dari kelas, ikuti kelas alam terbuka ini, kita turunkan dan kroni-kroninya".

Pimpinan universitas dan para dosen mulai main ancam. Pembantu Rektor III menelepon kantor Kementerian Agama Pamekasan, tempat bapak saya bekerja. Mereka mengancam akan mengeluarkan saya dari kampus. Dosen-dosen mulai menyebut saya sebagai teroris dan ekstrimis. Namun jumlah massa aksi GEMPAR justeru terus meningkat.

Akhir 1997, main petak umpet dengan intelijen menjadi sarapan sehari-hari. Pernah sepeda motor saya tahu-tahu nabrak tangga perpustakaan kampus karena rem tidak berfungsi. Ternyata ada yang merusak rem sepeda motor saya selama saya berorasi di atas panggung. Andai usai memimpin aksi saya tidak ke perpustakaan, bisa dibayangkan bahwa yang saya tabrak bukan tangga perpustakaan namun bis kota.

Pada hari ini, 22 tahun yang lalu, suasana mengharu biru karena semua lawan telah menjadi kawan. Rektor mewajibkan seluruh civitas akademika mengikuti aksi raksasa yang saya pimpin. Bahkan diabsen secara resmi. Pimpinan-pimpinan Ormas memerintahkan anggotanya mengikuti aksi raksasa itu. Pengasuh-pengasuh pesantrenpun demikian, santri-santrinya dianjurkan ikut aksi.

Hari ini 22 tahun yang lalu, kotaku dan kota-kota lainnya di Indonesia menjadi lautan massa mahasiswa dan pemuda. Hari ini 22 tahun yang lalu, politik bergerak cepat sekali, detik demi detik info dari istana terkirim serentak ke telinga mahasiswa.

ERA REFORMASI

Tuntutan Mahasiswa saat itu adalah :

1. Turunkan dan Adili beserta kroni-kroninya;

2. Amendemen UUD 1945;

3. Hapuskan Dwi Fungsi ABRI;

4. Otonomi daerah yang seluas-luasnya;

5. Supremasi hukum dan Supremasi Sipil;

6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari Kolusi Nepotisme (KKN).

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO