DPD APTRI Malang Sayangkan Pemerintah Pusat Keburu Impor Gula

DPD APTRI Malang Sayangkan Pemerintah Pusat Keburu Impor Gula Soemitro Samadikoen, Ketua DPN APTRI Pusat, saat memberikan pengarahan kepada pengurus DPD dan DPC APTRI Kebonagung Malang, Sabtu (24/11). Foto: IWAN I/BANGSAONLINE

MALANG, BANGSAONLINE.com - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Rakyat Indonesia (APTRI) Kebonagung dan petani tebu se- Raya mengeluhkan kebijakan Pemerintah RI, yang keburu-buru impor dari luar negeri seperti India, Thailand, dan Australia sebesar 1,1 juta ton.

Pasalnya, stok di daerah, khususnya di wilayah Raya melimpah ruah (surplus) sebesar 130 ribu ton. Rinciannya berupa kristal putih (GKP) dan kristal rafinasi (GKR) hasil dari musim penggilingan di dua pabrik yakni PG. Kebonagung (55 ribu ton) dan PG. Krebet (75 ribu). Hal ini membuat persedian itu meluber hingga ke luar gudang.

"Di tingkat nasional, Jawa Timur telah menyumbang kebutuhan nasional sebesar 50 persen yakni 1,1 juta ton dari pasokan nasional sebesar 2,2 juta ton," terang Dwi Irianto, Ketua DPD APTRI Kebonagung.

Meski begitu, Dwi tak menampik impor tersebut untuk persiapan (stok) kebutuhan secara nasional di tahun 2019.  Impor diakibatkan kebutuhan secara nasional sebesar 5,8 ton belum tercukupi. 

"Dan Indonesia hanya mampu menyediakan kebutuhan di masyarakat sebesar 2,2 juta ton, sehingga masih minus 3,8 juta ton ," tegasnya.

Namun yang ia sayangkan, pemerintah terlalu cepat mendistribusikan impor tersebut di tahun 2018. "Semestinya diperuntukkan di tahun 2019. Di mana bulan April 2018, impor sudah tersebar ke daerah, sementara di daerah sendiri seperti Raya lagi surplus (melimpah)," tegas Dwi.

Oleh karena itu, ia memohon kepada pemerintah, agar dalam mengimpor bisa mengatur waktu, peruntukan, bisa terukur dengan baik serta resi impornya mesti ditata secara tepat. 

"Bertujuan agar petani tebu mendapatkan kesejahteraan dalam menanam tebu, semisal memiliki keuntungan setara gaji UMR antara Rp 2,6 juta atau Rp 2,7 juta," harap Dwi.

"Dengan luas lahan sehektar tanpa sewa, keuntungan petani tebu di Raya hanya Rp 470 ribu per bulan. Apalagi pakai sewa, tambah habis keuntungannya."

"Jika petani tebu, kesejahteraannya tidak terdukung, gairahnya bisa beralih komoditi lain. Bisa dibayangkan, kebutuhan semakin kurang jauh, dan importir semakin leluasa memenuhi import di Indonesia," pungkasnya. (iwa/thu/ian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'SNG Cargo: Warna Baru Industri Logistik di Indonesia':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO