Terlantar, MBO, Markas Besar Oelama Pejoeang Kemerdekaan RI, Diselamatkan Prof Kiai Asep

Terlantar, MBO, Markas Besar Oelama Pejoeang Kemerdekaan RI, Diselamatkan Prof Kiai Asep Gedung Markas Besar Oelama (MBO) Djawa Timoer yang terletak Jalan Satria RT 17 RW 03 Kedungrejo Waru, Sidoarjo, Jawa Timur. Tampak di halaman gedung itu mulai dipasang terop dan kursi serta meja untuk acara Napak Tilas Sejarah Markas Besar Oelama (MBO) Djawa Timoer, Sabtu (16/11/2019). Foto: BANGSAONLINE.com

SIDOARJO, BANGSAONLINE.com – Salah satu tonggak sejarah penting perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah Gedung () Djawa Timoer. Bangunan ini hingga sekarang berdiri tegak di Jalan Satria RT 17 RW 03 Kedungrejo Waru Sidoarjo Jawa Timur.

Djawa Timoer dikenal sebagai markas para ulama NU, terutama yang berperang melawan penjajah di Jawa Timur dan daerah-daerah lainnya di seantero Jawa dan Madura. Termasuk dalam pertempuran Surabaya.

Dari berbagai sumber yang diperoleh BANGSAONLINE, semua para kiai pejuang kemerdekaan, terutama dari luar Jawa Timur, berkumpul di Djawa Timoer ini, sebelum terjun ke dalam pertempuan 10 Nopember Surabaya.

Termasuk KH Abdul Chalim Leuwimunding dan KH Abbas Buntet Jawa Barat. Kiai Abdul Chalim adalah ayah Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, yang kini Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.

Meski demikian Gedung itu sempat terlantar. Bahkan lepas dari kepemilikan NU. Untungnya saat KH Abdurrahman Wahid () menjabat sebagai ketua umum PBNU memerintahkan Kiai Asep Saifuddin Chalim untuk menyelamatkan dan membeli kembali gedung bersejarah yang merupakan monomen perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia itu.

“Karena yang perintah, saya berusaha untuk menyelamatkan dengan cara membeli gedung itu,” kata Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada BANGSAONLINE di sela-sela rapat pengusulan KH Abdul Chalim Leuwimunding sebagai pahlawan nansional di Pondok Pesantren Amanatul Ummat Pacet Mojokerto, Sabtu (8/4/2023) malam.

(KH Abdul Chalim Leuwimunding. Foto: dok keluarga)

Menurut Kiai Asep, bangunan dan tanah itu sejatinya sudah menjadi milik orang. “Saya kemudian membelinya. Pokoknya, begitu ada perintah dari saya carikan uang,” tambah Kiai Asep.

Kiai Asep bercerita saat itu sebenarnya dirinya tak punya uang. “Tapi karena ini perintah dan ini tempat bersejarah bagi NU dan kemerdekaan bangsa Indonesia, ya saya berusaha,” kata Kiai Asep yang mantan ketua PCNU Kota Surabaya.

Ternyata itu tak lepas dari sejarah perjuangan ayah Kiai Asep sendiri, yaitu Kiai Abdul Chalim Leuwimunding. Sebab Kiai Abdul Chalim inilah bersama Kiai Abbas Buntet Jawa Barat yang mengordininir para ulama dan santri Jawa Barat menuju Jawa Timur untuk berperang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dalam peristiwa pertempuran 10 Nopember Surabaya.

Prof Dr Agus Mulyana, sejarawan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung mengatakan bahwa peran Kiai Abdul Chalim sangat besar dalam peristiwa 10 Nopember itu. Menurut dia, Kiai Abdul Chalim bersama KH Abbas Buntet menuju Surabaya sambil mengordinir para ulama Jawa Barat.

"Karena itu Kiai Abdul Chalim sangat layak diangkat sebagai pahlawan nasional," kata Prof Agus Mulyana yang juga Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia dalam Seminar Nasional bertema Perjuangan KH Abdul Chalim yang digelar Dinas Sosial Kabupaten Majalengka di Pondopo Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Kamis (30/3/2023). 

Seminar itu diselenggarakan dalam rangka mengusulkan Kiai Abdul Chalim sebagai pahlawan nasional. Seminar nasional  itu dibuka Bupati Majalengka Dr H Karna Sobahi dan dihadiri Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto, Ketua Umum Pergunu Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, Anggota DPR RI Maman Imamul Haq, Wakil Bupati Mojokerto Dr Muhammad Albarra dan para sejarawan Indonesia. Acara itu  digelar di Gedung Yudha Abdi Karya Pemkab Majalengka, Jawa Barat.

KH Abbas adalah seorang ulama besar di Jawa Barat. Kiai Abbas adalah pengasuh Pondok Pesantren Buntet di Desa Mertapada Kulon, Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat.

(KH Abbas Buntet. Foto: NUO)

Kiai Abbas adalah Panglima Perang dalam Peristiwa Pertempuran 1945 di Surabaya. Kiai Abbas juga pernah menjabat Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Sedang Kiai Abdul Chalim Naibul Katib atau Wakil Katib Syuriah PBNU pertama.

Alhasil, adalah saksi sejarah para kiai NU dalam perjuangan kemerdekaan RI, termasuk dalam peristiwa 10 Nopember Surabaya.

Dalam peristiwa 10 Nopember itu jenderal kebanggan tentara Inggris terbunuh, yaitu Jenderal Mallaby.  Siapa pembunuhnya sangat misteri. Namun hasil riset film dokumenter berjudul Sang Kiai akhirnya diketahui bahwa penembaknya adalah santri Pesantren Tebuireng. Dalam beberapa lieteratur sejarah perjuangan kemerdekaan selalu disebut bahwa ribuan santri Tebuireng terjun dan terlibat dalam peristiwa 10 Nopember itu. Ini mudah dipahami karena Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari, pendiri Pesantren Tebuireng, mengeluarkan fatwa resolusi jihad yang menjadi semangat para . Terutama dalam peristiwa 10 Nopember itu.

Hebatnya, Kiai Asep justru menyerahkan secara ikhlas tanah dan gedung kepada PBNU. Kiai miliarder tapi dermawan itu tak ingin aset bersejarah itu dimiliki secara pribadi. Padahal harga tanah itu diperkirakan mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah.

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO