Tiga Tahun Hadratussyaikh Pantau Kiai Wahab dan Kiai Chalim sebelum Restui Dirikan NU

Tiga Tahun Hadratussyaikh Pantau Kiai Wahab dan Kiai Chalim sebelum Restui Dirikan NU Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA (pegang mik) pada para nara sumber lain: Prof Dr Agus Mulyana, dan Nur Kholis Ridwan. Tampak juga Syaikh Ibarahim dan Syaikh Shodiq. Foto: M Mas'ud Adnan/BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Proses untuk mendirikan Nahdlatul Ulama (NU ) ternyata sangat panjang. Memakan waktu bertahun-tahun. Hadratussyakh KH M Hasyim Asy’ari tak serta merta merestui gagasan KH Abdul Wahab Hasbullah untuk mendirikan jam’iyah kebangkitan ulama itu. Meski demikian Hadratussyaikh terus memantau aktivitas KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Abdul Chalim yang dua-duanya merupakan ulama muda dan aktivis potensial, kreatif serta kaya gagasan.

“Tiga tahun Kiai Hasyim Asy’ari memonitor aktivitas Kiai Wahab dan Abah saya (Kiai Abdul Chalim),” kata Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, dalam Halaqoh Satu Abad NU tentang Pemikiran dan Perjuangan KH Abdul Chalim yang digelar Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) di Whiz Residence Darmo Harapan Surabaya, Senin (6/2/2023).

Kiai Asep mengungkapkan fakta historis itu berdasarkan naskah yang ditulis abahnya, Kiai Abdul Chalim. Naskah itu berupa buku tipis berisi nadzam atau syair yang ditulis dalam huruf pegon. Yaitu huruf Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawa, Madura, Sunda, atau bahasa Indonesia.

Menurut Kiai Asep, naskah yang menceritakan proses pendirian NU itu ditulis pada tahun 1970, setahun sebelum Kiai Abdul Chalim wafat. Kiai Abdul Chalim menulis naskah itu atas permintaan PBNU yang saat itu ketua umumnya adalah KH Idham Chalid.

Kiai Idham Chalid adalah ketua umum PBNU terlama, menjabat selama 28 tahun. Tokoh NU asal Satui Kalimantan Selatan itu menjabat ketua umum PBNU mulai 1956 hingga 1984.

Kiai Abdul Chalim memang dikenal piawai menulis, terutama nadzam atau syair. Kiai Chalim bahkan dikenal sebagai ulama ahli arudh, salah satu cabang ilmu dalam bahasa Arab yang mempelajari tentang nadzam atau syair.

(KH Abdul Chalim. Foto: istimewa)

Menurut Kiai Asep, naskah sejarah berdirinya NU yang ditulis Kiai Abdul Chalim itu di-tashhih langsung oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah. Buku tipis itu memang lebih banyak berecerita tentang Kiai Wahab Hasbullah.

“Saya ikut waktu men-tashih naskah itu di kediaman Kiai Wahab yang di belakang itu,” ungkap Kiai Asep yang pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.

Kiai Asep minta agar para peserta halaqoh yang datang dari berbagai provinsi seluruh Indonesia itu membaca naskah yang ditulis Kiai Abdul Chalim.

“Nanti panjenengan baca,” pinta Kiai Asep yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) kepada peserta halaqoh.

Naskah Kiai Abdul Chalim itu memang sangat penting. Meski sangat tipis, tapi mengungkap banyak fakta sejarah pendirian NU dan kemerdekaan RI yang selama ini belum diketahui banyak orang.

Mengutip tulisan Kiai Abdul Chalim pada halaman 10, Kiai Asep menuturkan bahwa perjuangan kiai tempo dulu sangat ikhlas. “Abah saya jalan kaki 14 hari dari Leuwimunding (Majalengka, Jawa Barat) ke Surabaya untuk menemui sahabatnya, Kiai Wahab Hasbullah,” kata Kiai Asep sembari mengatakan bahwa abahnya menjalani itu dengan hati gembira karena sambil menikmati pemandangan.

“Pada hari ke-12 abah saya sampai di Tebuireng,” kata Kiai Asep. 

Menurut dia, Kiai Abdul Chalim menginap di Pesantren Tebuireng Jombang sambil berguru kepada Hadratussyaikh. Dari situ tampaknya dimulai jalinan keakraban antara Hadratussyaikh dengan Kiai Abdul Chalim. Saking akrabnya Hadratussyaikh kemudian memanggail Kiai Abdul Chalim dengan panggilan Mas Chalim.

“Tanggal 13 sammpe di Krian. Tanggal 14 sampe di Surabaya. Abah saya kemudian bergabung dengan gerakan Kiai Wahab,” tutur Kiai Asep sembari menegaskan bahwa Kiai Wahab dan Kiai Abdul Chalim adalah sahabat akrab sejak sama-sama mondok di Makkah. Namun mereka pulang ke tanah air karena di negeri Hijaz terjadi krisis politik.

(Para pengurus Pergunu dari bernagai provinsi dan kabupaten yang menjadi peserta Halaqoh Pemikiran dan Perjuangan KH Abdul Chalim di di Whiz Residence Darmo Harapan Surabaya, Senin (6/2/2023). Foto: M Mas'ud Adnan/bangsaonline.com).

Dalam naskah Kiai Abdul Chalim itu juga terungkap fakta sejarah bahwa Kiai Abdul Wahab hampir “putus asa” lantaran 10 tahun lamanya menunggu restu Hadratussyaikh untuk mendirikan NU tapi tak kunjung ada sinyal. Ini sekaligus menggambarkan bahwa Kiai Wahab bukan saja ulama yang sabar tapi juga sangat tawadlu dan patuh pada gurunya. Yaitu Hadratussyaikh Kiai Muhamamd Hasyim Asy’ari.

Dalam naskah asli Kiai Abdul Chalim yang sudah diindonesiakan tertulis:

Kalau kali ini nyata luput

Milih satu antara dua yang patut

Masuk organisasi merombak terus

Atau pulang memelihara pondok yang khsusus

Dari syair itutampak jelas bahwa Kiai Wahab sempat mau memilih dua opsi seandainya Hadratussyaikh tak merestui ide mendirikan NU. 

Pertama, Kiai Abdul Wahab berniat begabung dengan organisi lain atau organisasi yang sudah ada tapi dengan semangat untuk merombak yang dianggap tidak sesuai ide atau tujuan Kiai Wahab.

Opsi kedua adalah “pulang kampung” untuk mengelola pondok pesantren khusus. Jadi Kiai Wahab tak ada niat untuk memaksakan diri mendirikan NU jika tanpa restu Hadratussyaikh. Kiai Wahab justru memilih “pulang kampung” untuk mengelola pondok pesantren atau bergabung dengan organisasi yang sudah ada jika Hadratussyaikh tak merestui.

“Kiai Wahab sangat tawaddlu’ dan tunduk kepada gurunya (Hadratussyaikh) yang bijaksana,” kata Kiai Asep.

Kiai Abdul Chalim tampaknya paham situasi kebatinan Kiai Wahab. Kiai Abdul Chalim pun berusaha memberikan semangat kepada Kiai Wahab yang dianggap sebagai gurunya.

Pada sisi lain Kiai Abdul Chalim juga berusaha mengomunikasikan kondisi psikolgis Kiai Wahab kepada Hadratussyaikh. Hadratussyaikh pun memberikan respon. Hadratussyaikh mengaku sangat iba terhadap Kiai Wahab Hasbullah.

“Karena soal Ahlussunnah Kiai Wahab ditendang sana sini,” kata Kiai Asep.

Hal itu tergambar jelas dalam tulisan Kiai Abdul Chalim seperti di bawah ini:

Saya terima kata darilah paduka

Pak Ki Hasyim yang mulia malah berkata

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO