MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Koalisi Organisasi Profesi Kesehatan se-Mojokerto Raya menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Pernyataan sikap itu dibacakan Ketua DPD PPNI Kota Mojokerto, Daniel Bagus Setyawan, Senin (28/11/2022).
"Perubahan adalah sesuatu yang pasti terjadi dan kami mendukung perubahan-perubahan ke arah yang baik dan lebih bermanfat. Demikian juga masalah perundang-undangan dan regulasi lain," ujarnya.
BACA JUGA:
- Pecah Ban, Bus Pahala Kencana Terbakar di Tol Jombang-Mojokerto
- 7 Parpol Merapat ke Gus Barra, Bupati Ikfina Terancam Gagal Maju Pilbup Mojokerto
- Jalin Kebersamaan, Gus Barra Dampingi Kiai Asep Sambut Hangat Silaturahmi Kapolres Mojokerto
- Bukber Bareng Relawan Bekisar Kemlagi dan Gedeg, Gus Barra Ajak Kuatkan 2 Hal ini
Ia menjelaskan, masalah yang lebih mendesak saat ini adalah membangun sistem kesehatan yang baik dan tangguh menghadapi tantangan di masa depan. Daniel menyebut, pancemi Covid-19 menunjukkan bahwa sistem kesehatan di lndonesia masih menghadapi kesulitan.
Menurut dia, pengadaan alat kesehatan produksi dalam negeri, obat, dan bahan baku lainnya merupakan hal yang lebih penting diberi prioritas dan perhatian khusus. Selain itu, kelompok profesi dokter, perawat, apoteker, bidan, dan profesi kesehatan lain telah memiliki regulasi yang masih bagus dan bermanfaat untuk masyarakat
"Kelompok profesi kesehatan ini khas, unik, dan spesifik. Sehingga perlu ditingkatkan dan jangan diringkas dan disamakan dalam bentuk Omnibus Law," tuturnya.
Ia mengungkapkan, perbaikan sistem kesehatan di Indonesia harus dilakukan untuk kebaikan rakyat Indonesia agar mencapai derajat kesehatan yang tinggi, di antaranya melalui perubahan atau perbaikan UU di bidang kesehatan, dengan melalui proses yang benar dan melibatkan stakeholder yang terkait dengan kesehatan, termasuk organisasi profesi kesehatan.
Dari banyak kajian yang dilakukan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law, kata Daniel, banyak hal yang ternyata kurang tepat, baik pada sisi keadilan, kemanfaatan maupun kepastian hukum. Dengan demikian, RUU Kesehatan ini juga akan berpotensi menimbulkan kerugian di masyarakat terutama dalam aspek layanan kesehatan di Indonesia.