Tak Bisa "Menjual" Muhammadiyah

Tak Bisa "Menjual" Muhammadiyah Dahlan Iskan

SOLO, BANGSAONLINE.com Muktamar berlangsung damai dan adem. Sistem pemilihannya bersih. Dan yang penting lagi, tak bisa “dijual” untuk kepentingan politik. Bisakah diadopsi untuk pemilihan presiden?

Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA pagi ini, Senin 21 Nopember 2022. Atau baca di BANGSAONLINE.com di bawah ini:

SISTEM Pemilu di semakin teruji –baiknya. Kemarin sore Muktamar ke 48 itu pun bisa berakhir seperti biasanya: sangat damai. Tidak ada kubu-kubuan. Tidak ada tim sukses. Tidak ada kampanye terselubung. Dan yang jelas: tidak ada serangan fajar. Politik uang sama sekali tak tercium.

Yang terpilih menjadi ketua umum Pimpinan Pusat pun Anda sudah tahu: Prof Dr Haedar Nashir. Sosok lama yang terpilih kembali. Untuk periode kedua.

Saya merenungkannya: mungkinkah sistem Pemilu ini diadopsi untuk pilpres tingkat negara Indonesia. Kita tahu pemilu dan pilpres kita itu terlalu berdarah-darah. Terlalu mahal. Terlalu memecah belah masyarakat. Kita memang bangga pada sistem demokrasi Amerika tapi kita tidak siap menirunya apa adanya.

Saya dikirimi foto dari , tempat Muktamar itu berlangsung. Sidang plenonya dilakukan di auditorium Universitas Surakarta. Sahabat Disway itu menyebut inilah auditorium terbesar, termegah, dan terbaik di seluruh Jawa Tengah.

Di situlah peserta muktamar terpusat. Di luarnya puluhan ribu warga menyaksikannnya: lewat pikiran masing-masing. Mereka datang dari berbagai wilayah dengan status khusus: penggembira. Mereka bukan utusan. Mereka bukan peserta. Mereka bukan pendukung salah satu calon ketua. Mereka tidak punya hak suara. Mereka tidak punya hak bicara. Mereka hanya punya hak untuk bergembira.

Dan mereka gembira dengan budaya bersih dan damai di Muktamar . Termasuk tahun ini bersih secara fisik: tidak ada sampah di tengah puluhan ribu masa. Mereka sudah tahu itu. Sebelum berangkat ke mereka sudah harus membawa misi inilah green Muktamar.

Universitas Surakarta (UMS) memang salah satu dari 4 universitas terbesar milik . Tiga lainnya: UMM (Malang), UMY (Yogyakarta), dan UMSU (Medan). Di luar itu masih punya lebih 180 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Bahkan sekarang ini sudah punya 6 SMA di wilayah yang mayoritas masyarakatnya Kristen atau Katolik. Di Flores. Di Timor. Di Papua. Di pedalaman Kalbar. Kebanyakan siswa sekolah di situ beragama Kristen/Katolik. Mereka mendapatkan pelajaran agama Kristen/Katolik. Tidak mendapatkan pelajaran agama Islam. Mereka mendapat pelajaran tambahan ke--an.

Sekjen selama ini Prof Dr Abdul Mu'ti memang dikenal sebagai pendiri –Kristen . Ia memang orang Kudus. Kelahiran Kudus, Jateng. Doktornya dari Adelaide, Australia. Ia mengajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menghubungi beliau kemarin siang. "Masih rapat," katanya. Saya menghubungi Prof Dr Anwar Abbas. "Lebih tepat wawancara Prof Mu'ti," katanya.

Maka saya wawancara dengan penggembira. Banyak di antara mereka yang saya kenal.

Para penggembira itu tidak perlu kemrungsung menanti siapa yang terpilih jadi ketua umum yang baru. Proses pemilihan pimpinan pusat di sangat rasional.

Setahun yang lalu pun sudah dibentuk panitia pemilihan. Di tingkat pusat. Diketuai Dahlan Rais. Panlih itu mengirim surat ke pengurus wilayah (tingkat provinsi) seluruh Indonesia. Masing-masing wilayah diminta mengusulkan 13 nama calon pimpinan pusat.

Yang dicalonkan boleh dari mana saja asal memenuhi syarat seperti yang diatur oleh anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Panlih lantas mentabulasi nama-nama yang diusulkan itu. Tahun ini terkumpul 200 lebih nama. Pekerjaan Panlih berikutnya: meneliti 200 nama itu. Apakah ada yang tidak memenuhi syarat administrasi seperti disebut dalam AD/ART.

Ternyata banyak juga wilayah yang mengusulkan tanpa melihat persyaratan di AD/ART. Setelah diteliti, Panlih mendapatkan 90 nama calon.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO