Bedah Buku Kiai Asep di Pascasarjana Unisma: Ilmu Pas-pasan Lebih Dicintai Allah daripada Alim Pelit

Bedah Buku Kiai Asep di Pascasarjana Unisma: Ilmu Pas-pasan Lebih Dicintai Allah daripada Alim Pelit DARI KIRI, PARA NARA SUMBER: Prof Junaidi Mistar, Ph.D, Prof Dr Mas'ud Said, Ph.D, Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, Prof Dr Maskuri Bakri dan Dr Sri Minarti. Foto: BANGSAONLINE.com

MALANG, BANGSAONLINE.com – Prof Dr Maskuri Bakri, Rektor Universitas Islam Malang () Jawa Timur sangat mengapresiasi terbitnya buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan. Buku ini bercerita tentang succsess story Prof Dr , MA, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.

“Judulnya menarik, sangat inspiratif,” kata Prof Maskuri Bakri saat memberikan sambutan dalam acara Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Pascasarjana Malang, Sabtu (15/10/2022).

Prof Maskuri menilai memang luar biasa karena kedermawanan dan kealimannya. Menurut dia, kedermawanan itu sangat dicintai Allah SWT. Bahkan Allah lebih mencintai orang yang ilmunya pas-pasan tapi dermawan ketimbang orang alim tapi pelit.

Ia kemudian mengutip Hadits populer yang menceritakan empat orang atau golongan yang antre masuk surga. Yaitu mujahid atau orang mati syahid,  haji mabrur, dermawan dan ulama.

Setelah melalui proses dialog, malaikat mempersilakan ulama dan dermawan masuk surga lebih dahulu. Tapi sang ulama menolak karena saat mencari ilmu ternyata yang membiayai adalah seorang dermawan. Maka dermawan itulah yang berhak masuk surga lebih dulu.

Sosok , kata Maskuri Bakri, justru lengkap. “ punya ilmu, ahli ibadah, kaya miliader, banyak sedekah dan dermawan,” katanya.

Karena itu, tegas Maskuri Bakri, paling berhak masuk surga lebih dulu. “Sekarang bagaimana kita bisa meneladani, jadi miliarder yang dermawan,” katanya.

Prof Junaidi Mistar, PhD mengamini apa yang disampaikan Prof Maskuri Bakri. Menurut dia, memang kiai yang layak diteladani.

Prof Junaidi bahkan memberikan testimoni tentang kedemawanan .

“Sebelum kaya, sudah dermawan, “ kata Prof Junaidi Mistar ketika menjadi nara sumber dalam tersebut. Junaidi Mistar banyak tahu masa muda karena pernah sama-sama kuliah di IKIP Malang.

“Dulu tidur di tempat kost saya,” ungkapnya.

Menurut dia, saat itu ada dua kiai keturunan ulama besar tapi teman-teman kuliahnya tak ada yang tahu kalau mereka kiai besar.

“Yaitu dan Kiai Fahmi Hadzik dari Tebuireng,” kata Junaidi.

Ia bercerita bahwa tempat tidurnya susun. “Saya tidur di atas, tidur di bawah,” ungkap Junaidi sembari tertawa. Ia minta maaf karena waktu itu ia tidur di atas yang bisa dianggap tak sopan.

Ia sekarang mengaku tak enak karena ternyata jadi ulama besar. Pria asal Lumajang Jawa Timur itu bercerita bahwa sering membantu teman-teman  sesama mahasiswa saat kuliah.

“Yang membayari KKN juga ,” tuturnya.

Mendengar cerita nostalgia Prof Junaidi itu, Saifuddin Chalim tersenyum.

Sementara M Mas’ud Adnan mengaku tertarik menulis kiprah karena banyak menciptakan paradigma baru dalam dunia kekiaian. 

Alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Univerisas Airlangga (Unair) itu memberi contoh soal tradisi sowan kiai.

"Kalau kita sowan kiai, biasanya kita yang menyalami uang pada kiai karena tabarrukan. “Tapi kalau kita sowan malah kita yang diberi sarung dan uang,” kata Mas’ud Adnan.

Selain itu, tutur Mas'ud, punya nasab kiai besar. adalah putra ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Yaitu KH Abdul Chalim, ulama asal Leuwimunding Majalengka Jawa Barat.

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO