KOTA PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Kota Pasuruan tahun ini ditetapkan sebagai zona prioritas atau lokus stunting berdasarkan Keputusan Menteri PPN/Bappenas Nomor 10/M.PPN/HK/02/2021.
Menanggapi hal tersebut, Pemkot Pasuruan melalui badan perencanaan dan penelitian pengembangan pembangunan daerah (Bapelitbangda) menggelar pembinaan kader pembangunan manusia (KPM) kelurahan. Acara itu dibuka oleh Wakil Wali Kota Pasuruan, Adi Wibowo, Selasa (28/6/2022).
BACA JUGA:
- Haul Mbah Slagah Dipadati Jamaah, Wakil Wali Kota Pasuruan: Menambah Keberkahan Bulan Syawal
- PLUT-KUMKM Diresmikan, Gus Ipul Harap Difungsikan Jadi Pengembangan Koperasi dan UMKM
- Ini Pesan Gus Ipul saat Acara Halal Bihalal bersama Jajaran ASN Pemkot Pasuruan
- H+3 Lebaran, Arus Lalu Lintas di Pasuruan Naik Hampir 100%
“Pembinaan ini diberikan agar setiap KPM dapat mengemban tugas memantau, dan mencatat pelaksanaan pengukuran panjang serta tinggi badan balita sebagai alat deteksi dini stunting. Serta memastikan semua sasaran menerima tujuh paket layanan, bersama aksi lain yang masuk dalam program percepatan penurunan stunting,” kata Adi Wibowo dalam sambutannya.
Menurut Adi, ditetapkannya Kota Pasuruan sebagai lokus stunting di tahun 2022 harus ditindaklanjuti dengan bergerak cepat untuk kemudian menetapkan zona prioritas penurunan angka stunting kelurahan pada 2022.
Total, ada sepuluh kelurahan yang ditetapkan sebagai lokus stunting 2022, yaitu Kelurahan Krapyakrejo, Petahunan, Karangketug, Blandongan, Bugul Lor, Mandaranrejo, Kebonsari, Karanganyar, Tambaan, dan Ngemplakrejo.
Sedangkan pada tahun 2023, total ada enam kelurahan yang ditetapkan sebagai lokus stunting yaitu Kelurahan Kebonagung, Bugul Lor, Karanganyar, Gadingrejo, Blandongan, dan Bakalan.
“Ditetapkannya lokus kelurahan stunting tadi bukan berarti kelurahan lain tidak ada program percepatan penurunan stunting, tetapi akan tetap dilakukan pemantauan dan intervensi,” ucap Adi.
Menurut dia, ditetapkannya lokus stunting didasarkan pada data prevalensi stunting kelurahan, jumlah balita stunting kelurahan, jumlah keluarga berisiko stunting, dan cakupan layanan intervensi spesifik (30 persen) sensitif (70 persen).